Oleh:Drs. Pawit M. Yusup, M.S. - Buku-buku, media, dokumen atau bahan informasi lain yang ada di perpustakaan, terutama yang jumlah koleksinya cukup besar, pada umumnya disusun berdasarkan sistem tertentu, dan umumnya dalam bentuk sistem klasifikasi. Klasifikasi merupakan aspek formal dari buku-buku, media, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan. Dengan demikian, tanpa klasifikasi, buku, media, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan, akan sangat sulit ditemukan, apalagi jika jumlah koleksinya sudah sangat banyak.
Berbagai sistem klasifikasi yang kita kenal menurut sejarah, berasal dari pinakes, yaitu suatu katalog untuk menempatkan subjek umum. Ini ditemukan oleh Callimachus pada perpustakaan Alexandria (Iskandariyah, Mesir). Ia mengklasifikasikan buku sampai pada sistem nomor seperti sekarang, termasuk sistem huruf dan lambang-lambang, atau kombinasi ketiganya: nomor, huruf, dan lambang.
Namun demikian, apapun bagan yang dipilih, atau seberapa besar koleksi yang ada, tujuan klasifikasi adalah untuk memudahkan pencarian suatu buku, media, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan. Hal ini penting sekali terutama jika sifat bukunya sangat heterogen.
Klasifikasi adalah alat untuk mempermudah pencarian buku atau dokumen, dan oleh karena itu ia perlu menempatkan buku-buku atau dokumen lain tentang sejarah nasional, tentang sibernetika dan bidang studi berkaitan, serta bidang-bidang lain yang memiliki sifat yang sama, ditempatkan pada tempat yang sama atau saling berdekatan. Hal ini dapat membantu para pencari buku atau dokumen lain mempercepat penemuannya, apalagi dalam perpustakaan yang memberlakukan sistem rak terbuka. Yang penting, klasifikasi harus sanggup menempatkan karya-karya yang saling berkaitan ke dalam tempat yang berdekatan. Dengan demikian, maka juga terjadi sebaliknya, bahwa karya-karya yang saling berjauhan atau bidang-bidang yang tidak memiliki ciri dan sifat yang sama (berlainan sifat dan cirinya), ditempatkan ke dalam tempat yang saling berjauhan.
Banyak bagan klasifikasi yang ada, namun setiap bagan pada akhirnya menuntun para pengguna kepada buku, media, atau koleksi lain yang dibutuhkannya, khususnya pada sistem layanan terbuka, serta bagi para petugas dan pustakawan dalam mencari buku atau dokumen lain untuk kepentingan penggunanya/pelanggannya. Pada yang terakhir ini terutama pada sistem rak tertutup. Mana yang baik di antara sistem terbuka dan tertutup tersebut, tidak perlu dipertentangkan, karena masing-masing sistem mempunyai keunggulan dan kelemahannya sendiri. Pada sistem rak terbuka, misalnya, pengguna bisa terdorong untuk melakukan browsing (melihat-lihat secara umum dan sepintas) jajaran koleksi perpustakaan secara langsung, dan oleh karena itu konsep ini dapat merangsang kesadaran intelektual.
Sementara itu, pada sistem rak tertutup, bisa mengurangi salah tangan, salah penempatan, dan pencurian buku. Pada sistem tertutup ini diajarkan kepada pengguna untuk menyandarkan kepada petugas untuk mengambilkannya setelah melalui pencarian jenis dan bentuk buku atau koleksi lain melalui katalog.
Pada sistem rak terbuka, diperlukan suatu sistem klasifikasi yang logis dan komprehensif agar para pengguna dapat menemukan subjek secara bersama-sama pula. Memang tidak menjadi masalah, apapun sistem yang digunakan, sistem klasifikasi tetap perlu kartu katalog sebagai sumber utama referensi utama. Dan ia juga harus lengkap dan mutakhir. Kartu katalog memberikan akses terhadap buku-buku, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan berdasarkan nama pengarang, judul buku atau dokumen, atau subjek, serta memberikan atau menyediakan nomor buku guna menemukan tempat buku dalam raknya.
Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka yang namanya klasifikasi dan katalog ibarat saudara sekandung, artinya yang satu menjadi pelengkap yang lainnya. Klasifikasi tanpa katalog, tidak sempurna, juga sebaliknya, katalog tanpa klasifikasi, kurang berguna.
Perlu diingat di sini bahwa yang namanya klasifikasi adalah satu istilah yang digunakan untuk suatu proses yang bisa bermakna dalam rangka membuat skema atau bagan klasifikasi, dan termasuk juga kegiatan mengklasifikasikan suatu dokumen atau media sumber informasi. Guna memahami masalah-masalah teoretis tentang klasifikasi perpustakaan, maka secara singkat kita perlu membicarakan pengertian klasifikasi pengetahuan secara umum, atau yang sering disebut sebagai klasifikasi filosofis.
Secara sederhana, bagan atau skema klasifikasi didefinisikan sebagai suatu susunan kelompok kelas, suatu kelas tertentu yang kemudian dibagi ke dalam golongan-golongan yang mempunyai sifat dan ciri sama. Artinya pengelompokan berdasarkan ciri dan sifat yang sama. Ciri atau karekteristik di sini maksudnya adalah sifat pengelompokan konsep-konsep atau subjek yang terbagi-bagi sesuai dengan ciri yang dimilikinya. Dengan demikian, maka tujuan klasifikasi dalam hal ini adalah menempatkan benda-benda yang memiliki sifat sama secara bersamaan (ke dalam tempat yang sama atau berdekatan), dan menempatkan secara terpisah benda-benda yang memiliki sifat dan ciri yang berbeda.
Seperti telah ditunjukkan oleh Shera dan Egan bahwa "tidak ada teori pengetahuan, dan oleh karena itu tidak ada susunan pengetahuan, jika tidak mengingat akan kemampuan melekat pada pikiran manusia dalam membentuk konsep-konsep; serta merasakan konsep-konsep di luar pengelompokan secara mental yang meliputi dan mengelola sejumlah konsep spesifik yang mungkin ada". Karena pengklasifikasian setiap jenis benda bergantung kepada kemampuan intelektual yang melekat ini, maka pengklasifikasi harus memulai dengan memahami secara eksplisit tentang konsep dan pengelompokan. Konsep adalah pengenalan akan pola-pola sifat (qualities), atau struktur, yang memungkinkan pikiran menyebutkan objek dalam kaitannya dengan kenyataan konsistensi yang bisa diulang-ulang.
Menurut Aristoteles (dalam Wynar, 1972 dan juga Buchanan, 1979), semua pengetahuan ilmiah terdiri atas pengelompokan fakta-fakta atau keterangan-keterangan (particulars) di bawah konsep kelas secara bersamaan, serta dalam menggabungkan konsep-konsep tadi ke dalam suatu sistem. Tujuan ilmu adalah suatu batasan yang dapat menjelaskan ciri subjek dengan sifat-sifat dasarnya, serta dengan membedakan sifat-sifat tersebut dari kelompok-kelompok lainnya. Dengan demikian, tujuan akhir ilmu adalah pengelompokan objek-objek pengetahuan secara lengkap ke dalam kelompok-kelompok kelas, mempertunjukkan semua kesamaan dan perbedaan dalam sifat-sifat berbagai kelas.
Konsep ilmu seperti ini dijelaskan oleh Aristoteles. Ia mengatakan bahwa definisi suatu konsep istilah atau kelas, harus merupakan suatu statement yang lengkap tentang:
(1) Sifat-sifat dasar kelas. Contohnya adalah orang. Orang adalah hewan yang mampu berbicara secara rasional.
(2) Sifat-sifat khusus orang. Contohnya adalah orang mampu tertawa.
(3) Genus lain yang lebih tinggi. Contohnya, orang adalah binatang.
(4) Sifat-sifat yang membedakan orang dari semua spesies binatang lainnya. Contohnya, manusia adalah orang yang mampu berbicara.
(5) Sesuatu yang kebetulan ada, yaitu sifat-sifat yang merupakan bukan bagian dari definisi, tetapi pada umumnya ada pada setiap kelas dan kelas-kelas lainnya. Contohnya, orang adalah objek materi.
Pengelompokan ala Aristetolian ini sudah cukup terkenal. Dalam menggolongkan pengetahuan semesta (universal), ahli filsafat membatasi sepuluh kelas (kelompok benda yang paling disukai) sebagai berikut:
1. zat (substance) 2. kuantitas 3. kualitas
4. hubungan 5. tempat 6. waktu
7. situasi/posisi 8. posesi* 9. aktualitas
10. passivitas * = barang milik atau karakter yang diperoleh.
Lebih jauh kita dapat menemukan epistemologinya Aristoteles dalam uraian Kant. Menurut Kant, selalu ada dua faktor dalam pengetahuan -- yaitu bahan mentah, yang merupakan pengalaman indera, dan kegiatan pikiran yang tersusun, terorganisasi atau terpadu (synthetic). Untuk memahami atau untuk mengindera penafsiran, atau penilaian, yaitu pembentukan konsep dan hukum yang merupakan susunan dan rangkaian, caranya adalah dengan memadukan atau menyusun isi persepsi indera. Bentuk-bentuk ini merupakan kategori atau pengelompokan, yaitu bentuk-bentuk pemikiran suatu objek secara universal dan fundamental serta hubungan-hubungan antar objek tadi. Melalui penggunaan kategori-kategori ini, pikiran membangun bahan persepsi indera ke dalam keseluruhan pengalaman yang jelas (intelligible), sistematis, dan tersusun rapi. Kategori Kant ini sesuai dengan klasifikasi atau penafsiran di dalam logika tradisional, sebagai berikut:
(1) Kategori-kategori kuantitas
kesatuan
pluralitas
totalitas
(2) Kategori-kategori kualitas
realitas
ketiadaan (negation)
keterbatasan (limitation)
(3) Kategori-kategori hubungan
kemelekatan (inherence) dan penghidupan (subsistence) atau zat (substance).
kausalitas dan ketergantungan.
komunitas atau pertukaran kepengaruhan (reciprocity of causal influence).
(4) Kategori-kategori modalitas - pengandaian
kemungkinan - kemustahilan
keberadaan - ketiadaan
keperluan - kebetulan (contingency).
Untuk menggambarkan teori dan argumen Kant, berikut diberikan gambaran beberapa contoh kategori dalam bentuk penerapan:
1) Kesatuan. Pikiran menyatukan berbagai sensasi. Contohnya seperti warna, bentuk berat, ukuran, rasa, dsb. ke dalam kesatuan atau identitas yang namanya jeruk, misalnya.
2) Pluralitas. Untuk menghitung sekantong jeruk, pikiran harus mengulanginya, seperti katakanlah, dua belas kali. Mengenali identitas kesatuannya serta menambahkan atau memadukan masing-masing satu kepada jumlah yang sudah diakui sebelumnya.
3) Zat. Pikiran dapat mengakui perubahan hanya dengan menunjukkan segala sesuatu yang tetap/permanan. Tanpa adanya kesadaran tentang keabadian, maka tidak ada perubahan, juga sebaliknya. Dengan begitu, maka jika kita berpikir tentang suatu objek, sebuah meja, misalnya, kita dapat mengatakan perubahan penampilannya hanya jika kita mengakui keidentikannya bahwa ia berubah.
4) Kausalitas. Hubungan kausal adalah satu dari rangkaian urutan yang perlu dan tidak bisa dibalik-balik. A penyebab B, berarti A harus terjadi pertama sebelum kejadian B. Namun dari pengalaman indera kita sendiri, kita tidak dapat memperoleh ide dengan rangkaian yang perlu dan tidak bisa terbalik itu.
Sekarang jelas bahwa penggunaan atau penerapan seluruh kategori itu mempunyai arti harus selalu sintesis, terorganisasi atau tergabungkan, termasuk pada beberapa hal dalam pengalaman indera yang semrawut (chaotic) dan berjenis-jenis. Pengetahuan meliputi baik yang sintesis maupun yang analitis. Kita harus melihat benda secara bersama sebelum bagian-bagiannya; namun juga kita tidak bisa melihat benda bersama-sama kecuali kalau kita meletakkannya bersama-sama.
Tampaknya inilah salah satu masalah utama dalam suatu klasifikasi yang logis. Mengingat luasnya bidang pengetahuan yang belum ditemukan, maka pembangunan atau pembuatan bagan klasifikasi menjadi sangat sulit. Bagaimana kita dapat memulai mengelompokkan "sesuatu yang sudah diketahui" secara mental, dan yang sering terpecah-pecah dalam potongan informasi, serta menyesuaikan potongan-potongan tersebut ke dalam pola-pola keberadaan (existing) (atau ketiadaan) pada upaya penyatuan yang kita lakukan?
Seperti dikatakan oleh Sayers, kita tidak dapat memahaminya kecuali kalau kita melakukan klasifikasi baik dalam tingkatan yang rendah maupun dalam tahapan yang tinggi dan lebih luas. Pengetahuan dalam keseluruhannya berarti mengindera kelompok, benda-benda, ide-ide, secara tak terbatas. Kita tidak hanya mengklasifikasikan objek-objek nyata (tangible) yang dapat kita lihat dan kita rasakan, tetapi kita juga harus mencoba mengklasifikasikan dan menilai kesan-kesan, ide-ide, dan gagasan-gagasan yang ada, telah ada, atau mungkin ada. Jika klasifikasi itu sendiri bukan pengetahuan, tentu ia merupakan metode yang sangat penting tentang pengetahuan. Ia memungkinkan kita untuk mengamati objek-objek dan abstrak dari berbagai sifat dan karakteristik yang dipunyai bersama, serta bagaimana objek-objek tadi saling berkaitan satu sama lain. Dan dalam hal seperti ini kita sampai kepada generalisasi atau proses generalisasi ilmiah.
Dalam konteks ini kita dapat menyebutnya sebagai klasifikasi alam dan klasifikasi artifisial. Klasifikasi alam adalah pengelompokan benda-benda dengan memperlihatkan sifat-sifat yang melekat pada benda tersebut (benda yang diklasifikasikan). Ia bergantung pada sifat-sifat yang dinyatakan dalam "kesamaan" (homology) di mana sifat-sifat yang melekat dari benda tersebut diklasifikasikan, dan tentu sifat-sifat tersebut tidak dapat dipisahkan dari objek klasifikasi. Klasifikasi alam ini menyesuaikan diri pada "susunan sifat" seerat-eratnya. Sedangkan klasifikasi artifisial adalah klasifikasi di mana sifat-sifat yang kebetulan ada pada benda yang diklasifikasikan itulah yang dijadikan dasar, atau diangkat sebagai karakteristik penyusunan. Dengan demikian, klasifikasi artifisial ini bergantung kepada analogi (kiasan) di mana benda-benda yang diklasifikasikan dengan tujuan khusus didasarkan pada pemilihan ciri yang kebetulan ada dan berubah-ubah (arbitrary), serta dapat terpisah dari objek yang diklasifikasikan.
Jenis klasifikasi filosofis juga bisa dikenali melalui struktur internal klasifikasi itu sendiri. Dalam hal ini kita dapat membedakan antara klasifikasi referensial dan klasifikasi hierarsikal. Klasifikasi hierarsikal merupakan konsep klasifikasi yang didasarkan kepada asumsi bahwa proses subdivisi harus dapat memperlihatkan sebanyak mungkin sifat "hierarkis" dari suatu subjek. Memulai dari kelas-kelas yang lebih luas dan kurang intensif, kepada kelas-kelas yang kurang luas dan lebih intensif. Menurut Bliss, urutannya adalah menempatkan karya-karya umum lebih dahulu, yang harus diikuti oleh karya-karya umum yang dibahas secara khusus, kemudian disusul oleh karya-karya khusus yang dibahas secara umum, dan akhirnya subjek khusus yang dibahas secara khusus. Contoh dan rumusannya kira-kira sebagai berikut:
(1) Subjek umum yang dibahas secara umum - Gedung Perpustakaan
(2) Subjek umum yang dibahas secara khusus - Rancangan Gedung Perpustakaan
(3) Subjek khusus yang dibahas secara umum - Gedung Perpustakaan Sekolah
(4) Subjek khusus yang dibahas secara khusus - Rancangan Gedung Perpustakaan Sekolah
Tabel yang diberikan oleh Bliss berikut, menggambarkan spesifikasi kelas yang dapat diterapkan pada sebagian besar klasifikasi dengan subdivisi sistematis, baik yang umum maupun yang khusus:
Ruang lingkup yang umum
Bibliografis
Historis dan kritis
Metode, lingkup, dan hubungan antar subjek
Kritis
Bibliografis
Pendukung tambahan (ancillary): statistik, ilustrasi, dsb.
Dokumen, laporan, dll.
Kumpulan
Serial dan berkala tentang masyarakat, dll.
Koleksi, seleksi, bacaan, campuran, essay.
Umum dalam ruang lingkup dan laporan
Permulaan, pendahuluan
Buku pedoman, ikhtisar (compends)
Risalat, prinsip, studi komprehensif
Pidato, tulisan (discourses)
Umum dalam lingkup dan khusus dalam laporan
Laporan (treatment) teoretis
Aspek-aspek subjek umum
Laporan dengan tujuan khusus, minat, profesi, dll.
Teknik
Eksperimental dan laboratorium
Khusus dalam lingkup dan laporan
Subjek-subjek khusus
Teori-teori khusus
Aspek-aspek dalam minat-minat khusus
Topik-topik khusus
Metode-metode khusus, eksperimen khusus, dll.
Laporan (treatment) statistik
Pamflet dengan isi khusus, bahan-bahan khusus lainnya
Prinsip-prinsik klasifikasi hierarsikal dapat diringkas ke dalam empat rumusa
sebagai berikut:
(1) Suatu klasifikasi hierarsikal diawali dengan pemasangan kelompok-kelompok ilmu dalam bidang utama (principal) ke dalam kelas-kelas utama atau divisi utama sesuai dengan yang ditetapkan oleh teori ilmu pengetahuan yang diterima atau diakui. Kelas-kelas seperti itu mempunyai bidang garapan yang sangat luas dan kurang intensif.
(2) Proses dilanjutkan dengan penandaan atau penunjukan perbedaan sifat atau kualitas pada masing-masing kelas tadi, kemudian disusul dengan pembuatan sub-sub kelas atau sub-divisi.
(3) Masing-masing divisi pada gilirannya dibagi-bagi dengan memperhatikan perbedaan sifat atau kualitas lebih lanjut guna menghasilkan subdivisi-subdivisi selanjutnya/berikutnya, dan bahkan subdivisi-subdivisi tersebut secara berurutan dapat menghasilkan seksi-seksi dan sub-subseksi, hingga subdivisi-subdivisi tadi tidak bisa lagi dipecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
(4) Masing-masing subdivisi dari suatu kelas adalah subordinasi terhadap tajuk kelas, dan contoh dari subdivisi-subdivisi ini adalah keseluruhan arti istilah kelas, namun setiap set atau pasangan subdivisi tunggal bisa terdiri dari kelas-kelas yang sederajat. Hal ini dikoordinasikan oleh prinsip kesamaan.
Banyak sistem klasifikasi terkemuka seperti DDC (Dewey Decimal Classification) yang juga mengikuti pola seperti prinsip tersebut di atas. Beberapa pengarang yang menulis tentang klasifikasi hierarkis telah menyebutkan bahwa pengelompokan kategori dan topik-topik di dalam rangkaian hierarkis, seringkali penetapannya tidak dengan menggunakan kesamaan-kesamaannya antara yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi lebih banyak dari hubungan subordinasinya yang didasarkan kepada karakteristik umum, atau suguhan dengan tujuan-tujuan khusus. Jenis klasifikasi yang kedua ini didasarkan kepada asumsi bahwa klasifikasi harusmemperlihatkan hubungan kelas dari suatu subjek tertentu, dalam bentuk yang lebih menyenangkan daripada model penyajian linear tradisional. Shera dan Egan menyebutnya dengan klasifikasi referensial, yang pada intinya yaitu "suatu sistem yang pragmatik dan empirik di mana unsur-unsur pokok dihubungkan dengan rujukan (reference) kepada suatu suguhan, sifat, atau subjek-subjek tunggal yang (bisa) terisolasi, tanpa memperhatikan karakteristik lainnya.
Klasifikasi referensial mengakui adanya kemungkinan pengelompokan kembali seluruh bidang benda-benda yang sama sesuai dengan suguhan dan sifat yang berbeda, serta aspek lain yang juga berbeda. Klasifikasi demikian didasarkan kepada kebenaran yang jelas bahwa satu unit (subjek) tunggal bisa lebih bermanfaat dalam suatu nomor hubungan yang berbeda, dan ini tergantung kepada tujuan pada saat itu.
Dalam klasifikasi referensial, yang diutamakannya adalah hubungan-hubungan eksternal, lingkungan eksternal, dan bukan esensi dari konsep-konsep. Dan itu semua sangat penting dalam klasifikasi yang relatif merinci. Beberapa konsep yang menggunakan pendekatan klasifikasi referensial, dan sistemnya sudah cukup terkenal, antara lain adalah Universal Decimal Classification (UDC) dan Colon Classificatin (CC) dari Ranganathan. (Sumber: Wynar, 1972).
Sementara itu Buchanan (1979), seorang ahli lainnya menjelaskan konsep dan pengertian klasifikasi secara lebih praktis. Ia mengatakan bahwa klasifikasi adalah kegiatan atau tindakan pengelompokan benda-benda yang sama secara bersama-sama. Semua anggota kelompok -- atau kelas -- yang dihasilkan oleh klasifikasi paling sedikit membagi satu karakteristik yang tidak dimiliki oleh anggota-anggota kelas lainnya. Benda yang diklasifikasikan bisa berupa benda nyata/konkret, ide dari benda tersebut, atau abstraksi.
Contohnya, kita dapat menserumahkan macan, singa, dan macan tutul, sehingga mereka saling berdekatan satu dengan lainnya di kebun binatang. Mereka dikelompokkan secara bersama-sama karena kita merasakan bahwa mereka sama-sama mempunyai karakteristik yang sama. Mereka tidak sama sifat atau karakteristiknya dengan, misalnya, gajah, singa laut, atau anjing dan kelinci. Andaikanlah bahwa misalnya kebun binatang itu tidak ada, sehingga kita pun tak dapat mengelompokkan binatang tersebut secara langsung (binatang yang sebenarnya), akan tetapi masih dapat mengerti hubungan antara ide tentang macan, ide tentang singa, dan ide tentang macan tutul, serta mengelompokkan mereka di dalam pikiran kita. Demikian pula kita dapat mengelompokkan abstraksi-abstraksi, seperti sifat-sifat benda, operasi, dan kegiatan-kegiatan yang dimainkan atau diperankan oleh benda.
Pengalaman atas kesamaan (likeness) bisa dilakukan oleh mesin atau bisa juga oleh manusia. Memang persepsi manuaia atas karakteristik yang berbagi bisa bersifat intuitif. Contohnya, bisa jadi seorang anak kecil menyebutkan bahwa anjing milik A yang bernama Blaki dengan anjing milik B yang bernama Cepi, merupakan satu kelompok dengan anjing-anjing milik orang lain, termasuk miliknya di rumah sendiri. Namun demikian, tentu anak tersebut belum mampu menyebutkan karakteristik yang berbagi (yang ada) dalam binatang itu. Hal ini berbeda dengan orang dewasa yang tentu lebih mampu untuk memahami itu. Atas persepsi ini mungkin akibat dari adanya pikiran-pikiran yang sadar.
Klasifikasi memperlihatkan hubungan antar benda-benda dan antar kelas-kelas dari benda-benda. Kita bisa melihat bahwa anggota kelas lukisan, berbeda dengan anggota kelas gambar, namun kedua kelas ini mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, mereka kurang berkaitan dengan kelas seni ukir atau seni pahat, karena lukisan dan gambar sama-sama mempunyai sifat benda dua dimensi, sedangkan ukiran mempunyai sifat tiga dimensi. Sungguhpun begitu, kedua kelas itu masih mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya, walaupun dengan kadar yang berbeda. Kita juga mengerti bahwa ketiga kelas tadi dengan segala jenisnya disebut sebagai seni murni (fine arts), yang berbeda dengan seni yang ditampilkan oleh musik. Melihat kondisi seperti itu maka kita dapat mengerti bahwa hasil dari klasifikasi adalah penggambaran suatu jaringan atau pola hubungan-hubungan. Dan, banyak tujuan kita menggunakan pola ini.
Melalui klasifikasi kita dapat merangkul atau menguasai banyak kesan tak terorganisasikan yang kita dapatkan melalui indera. Kita dapat menggunakan pola untuk menentukan susunan pada kekacaubalauan penempatan dari apa yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan, kita baui, dan kita rasakan melalui lidah, ke dalam klasifikasi. Klasifikasi menyederhanakan proses berpikir, sebab pada intinya, mereka jauh lebih sedikit kelas-kelasnya. Ia memungkinkan kita untuk membuat generalisasi. Dan hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Jevons (Buchanan, 1979) sebagai berikut: Semua pikiran, semua akal (budi), sepanjang ia menghadapi nama-nama atau ide umum, dapat dikatakan sebagai perbuatan klasifikasi. Dengan kata lain, berpikir adalah mengklasifikasi.
Hal ini sangat nyata benarnya dalam berpikir formal atau logis, yang mengenai jenis-jenis pernyataan, jenis argumentasi, dan kelas benda-benda. Jevons melanjutkan sarannya bahwa memang tidak terlalu jauh bahwa pembatasan logis adalah sebagai teori klasifikasi. Jika kita membatasi suatu benda, kita sedang menggunakan klasifikasi, sebab sebuah batasan atau definisi, terutama terdiri dari dua bagian, yaitu genus golongan yang terdekat, dan perbedaan konsep yang dibatasi secara spesifik. Di dalam definisi, kita menunjuk kepada kelas yang berisi benda yang diklasifikasikan, kemudian kita menunjukkan karakteristik yang membedakan benda dari anggota kelas lain dari kelas yang sama.
Kita merencanakan mata pelajaran dibimbing oleh klasifikasi, kata Aristoteles (Buchanan, 1979), dan ketika kita mengejar atau melakukan penelitian, kita menggunaka peta klasifikasi sebagai sejenis peta pengetahuan. Di masyarakat, kita juga merasakan adanya kelas-kelas: kaya, miskin, bodoh, pintar, dsb. Dan pola kita tentang hubungan-hubungan yang ada bisa dikembangkan sehingga mencakup keseluruhan waktu, yang membenarkan dan memberikan arti bagi masyarakat manusia: ia adalah orang sistematis. Dalamaa masyarakat juga terdapat pengelola atau pengorganisasi serta pengklasifikasi. Sebagai kondisi alamiah dalam kesemestaan, ia dipola ke dalam hierarki dan divisi. Demikian pula yang namanya bangsa dalam konteks yang lebih luas.
Pada tingkat nyata (duniawi), klasifikasi mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Supermarket diorganisasikan sedemikian rupa sehingga semua produk dari jenis yang sama ditempatkan secara bersama. Daging, susu, sayuran, masing-masing dibagi lanjut menjadi mentega, margarin, lemak, krim, dll. Tanpa klasifikasi, supermarket tidak akan menyenangkan pelanggannya. Gudang dan tempat penyimpanan di pabrik-pabrik, menyusun barang-barang dan bagian-bagiannya secara bersama-sama menurut bagaimana mereka digunakan. Anak-anak sekolah diurut-urutkan atau dikelompok-kelompokkan sesuai dengan tingkatan umur dan kepandaiannya. Toko-toko rekaman menempatkan gramapun dan barang-barang sejenis lainnya ke dalam tempat tertentu secara sistematis. Dan perpustakaan pun mengelompokkan dokumen, informasi, media, dan sumber-sumber informasi lainnya, sesuai dengan sistem tertentu secara sistematis, dan dinamakan klasifikasi.
2 Klasifikasi dan Pengindeksan
Dalam contoh uraian di atas, kita melihat bagaimana klasifikasi dapat menembus dan meresap serta mendasar sebagai suatu alat pengelompokan. Dalam hal ini kita akan menguji satu dari penggunaannya saja, yaitu yang berfungsi sebagai alat dalam organisasi penyimpanan bahan atau dokumen.
Dokumen adalah pembawa pesan dalam bentuk fisik. Buku adalah suatu dokumen, juga rekaman gramapun, film, filmstrip, disket komputer, CD-ROM, slide, serta kartu nama yang tersusun di perpustakaan. Pesan yang dibawanya bisa jadi hanya berupa fakta sederhana, pandangan atau penafsiran suatu peristiwa, atau karya-karya seni. Contoh untuk yang terakhir ini misalnya, Hamlet adalah suatu pesan, juga sajak dan kumpulan puisi yang direkam atau dibukukan. Jika dokumen menjadi demikian besar, dan orang mencari dokumen khusus dengan cara mengamati semua dokumen yang ada secara langsung, maka keadaannya akan sulit. Oleh karena itu diperlukan adanya organisasi terhadap pesan-pesan tadi. Dan jika tugas pengorgasisasian ini sudah sedemikian besar untuk dilakukan secara informal, maka diperlukanlah suatu lembaga khusus untuk menanganinya, atau dengan kata lain, dilembagakan -- yaitu dengan cara mengangkat para ahli untuk melakukan tugas-tugas ini. Para ahli ini adalah para pustakawan dan para pekerja informasi lainnya yang berfungsi sebagai mediator antara para pelanggannya dengan dokumen yang berisi pesan-pesan yang dibutuhkannya.
Kita dapat menyatakan bahwa sumbangan pustakawan kepada masyarakat secara lebih tepat sebagai berikut: Ia memungkinkan pelanggannya menemukan sebagian dokumen yang dibutuhkannya dari seluruh dokumen yang ada dengan cara yang semudah dan secepat mungkin. Untuk melaksanakan hal ini, ia memilih dan mengumpulkan dokumen, mengorganisasikan koleksinya, melakukan kerja sama dengan para pustakawan dan pekerja informasi, serta membantu dan mendorong pelanggannya untuk menggunakan dokumen. Tugas pokoknya, di mana yang lain menjadi bagian ketergantungannya, adalah organisasi koleksi -- yaitu susunan dokumen di dalam urutan yang bermanfaat dan dapat memudahkan penelusurannya. Di samping itu juga ditetapkan katalog dan indeks yang bertugas sebagai kunci maupun sekaligus sebagai pelengkap susunan tadi. Dan kita menyebutnya sebagai
indexing (pengindeksan) untuk teknik-teknik yang dikembangkan guna mengadakan organisasi ini.
Sebagaimana kita telah mengerti bahwa pengindeksan adalah mengenai pemudahan penempatan subset-subset -- yaitu dari kelas-kelas dokumen, maka jelas bahwa semua teknik pengindeksan adalah aplikasi dari semua (teori) klasifikasi (Buchanan, 1979).
Karakteristik yang membatasi berbagai kelas yang dicari oleh pelanggan itu berbeda-beda: ada yang melibatkan nama seorang pengarang, nama seri dari suatu karya, nama penerjemah, nama ilustrator, pengumpul, direktur film, dan nama subjek dari pesan yang diperlukan. Dalam urian kita di sini, hanya akan dibatasi pada klasifikasi subjek, atau dalam beberapa hal, dalam bentuk dokumen. Kita juga dapat membatasi diri dengan tidak membicarakan masalah teknik-teknik pengindeksan subjek selain dari penggunaan konsep pengindeksan. Dan kita pun akan lebih cenderung banyak membicarakan susunan yang sistematis. Pengertian yang paling dekat ini adalah yang umum dipahami manakala istilah klasifikasi di dalam pengindeksan digunakan. Dan untuk itu dalam pengertian ini kita akan menggunakannya untuk sandaran penguraiannya.
3. Hubungan antar kelas
Ada dua jenis hubungan yang perlu diungkapkan oleh bagan klasifikasi kita. Pertama, hubungan di antara kelas-kelas yang terjadi bersama-sama di dalam pernyataan yang mewakili subjek-subjek dokumen. Contohnya, hubungan antara permainan (play), perkembangan, dan primata (primate = binatang menyusui tingkat tertinggi), di dalam pernyataan subjek "pernanan permainan dalam perkembangan primata". Bagan kita tidak akan efisien kecuali kalau ia memungkinkan kita untuk mengkhususkan subjek ini dengan tepat dan tak mendua arti. Jika ia tidak membolehkan kita untuk memasukkan semua unsur, atau jia ia gagal membedakan antara, katakanlah, perkembangan permainan pada primata dan permainan dalam perkembangan primata, maka pelanggan kita terpaksa menguji banyak dokumen yang tidak relevan sebelum mereka menemukan informasi yang sedang dicarinya.
Jenis hubungan yang kedua adalah yang berada di antara pernyataan-pernyataan subjek yang berbeda. Pernyataan subjek prilaku siamang secara tegas menunjukkan hubungan pada jenis yang pertama, namun ia juga mempunyai jenis hubungan yang tidak terumuskan/tertulis - yang tegas atau lengkap dengan subjek yang pertama: siamang adalah sejenis primata, dan permainan adalah sebentuk prilaku. Oleh karena itulah, kedua dokumen tadi dapat bermanfaat bagi pelanggan yang sedang mencari informasi pada salah satu subjek. Jika bagan klasifikasi kita tidak menunjukkan hubungan, maka pelanggan bisa melupakan bahan yang berguna.
Kita dapat menyebut jenis hubungan yang pertama dengan hubungan sintaktikal (syntactical = yang berkaitan dengan ilmu kalimat), sebab ia melibatkan hubungan gramatika di antara kelas-kelas. Hal ini terlihat dalam latar verbal dengan verb, preposisi dengan bentuk kata. Juga ia disebut hierarchical sebab ia melibatkan pengakuan adanya hubungan subordinasi, seperti misalnya hubungan antara suatu benda dengan jenis-jenisnya, contohnya primata - siamang. Benda dengan prosesnya, contohnya burung dengan pernafasan burung. Dan benda dengan bagian-bagiannya, misalnya leledumbo dengan mata lele dumbo.
Hubungan sintaksis
Jika kita memasukkan konsep tidak ada hubungan maka terdapat empat jenis hubungan sintaksis, yang berarti bahwa bagan kita harus menyediakan empat jenis kelas. Jenis kelas yang baik sekali ini jatuh ke dalam kelompok dua-dua sebagai berikut:
Kelas-kelas yang diakibatkan oleh Hubungan sintaksis
kelas-kelas sederhana kelas-kelas berlapis (composite)
kelas-kelas kelas-kelas kelas-kelas kelas-kelas majemuk/
dasar berlapis kompleks senyawa
Kelas-kelas sederhana itu untuk mereka yang hubungannya hanya terbatas pada satu jenis benda. Kelas-kelas dasar adalah kelas yang menyatakan bahwa benda hanya dibatasi oleh satu karakteristik - kelas-kelas ini tidak berisi hubungan sintaksis, melainkan unsur-unsur yang terbangun dari kelas-kelas yang saling berkaitan tersebut. Kelas-kelas seperti pernafasan (proses fisiologis), primata (jenis hewan), hutan rimba (jenis habitat), hewan laut pantai (jenis binatang yang hidup di suatu habitat), dan binatang yang hidup di musim dingin (hibernating) atau jenis binatang yang terbatas pada kebiasaannya, adalah contoh-contoh kelas dasar.
Kelas-kelas berlapis (superimposed) sebagaimana dinamakannya oleh Ranganathan, merupakan merupakan kelas-kelas sederhana yang dibatasi oleh lebih dari satu karakteristik. Contoh, hutan tropis adalah sejenis habitat yang dibatasi oleh garis lintang dan jenis tanah yang meliputnya. Mamalia laut adalah jenis habitat yang dibatasi oleh baik habitat maupun oleh taksonomi ahli hewan. Dan burung-burung yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain adalah jenis hewan yang dibatasi oleh tempat di mana mereka berada, oleh habitat maupun oleh taksonomi (pengelompokan) ahli hewan.
Karena kelas-kelas berlapis seperti kelas-kelas majemuk, dan di dalamnya berisi lebih dari satu kelas dasar, maka ia memungkinkan untuk terjadi kesalahan satu sama lain, terutama jika tidak dikerjakan oleh para ahli di bidang masing-masing secara baik. Kecuali kalau perbedaan ini dipertahankan, maka tidak mungkin dapat membedakan antara, katakanlah, kelas-kelas berlapis burung-burung berpindah dengan kelas majemuk perpindahan burung-burung; atau antara sampan kayu dengan kayu untuk sampan. Perbedaan-perbedaan ini memang tidak begitu perlu, namun kemungkinannya harus diakui.
David Hope (Buchanan, 1979) menyarankan suatu tes untuk membedakan dua jenis kelas sebagai berikut: Jika mungkin menyisipkan kata "yang juga adalah" (which are also) di antara kelas-kelas dasar, maka kelas itu termasuk ke dalam kelas berlapis. Contohnya, "hewan di suatu tempat, yang juga adalah hewan berpindah-pindah, yang juga adalah burung-burung".
Di dalam kelas gabungan (composite class), perbedaan jenis kelas terdapat dalam interaksinya; hubungan tidak membatasi suatu jenis benda. Bandingkanlah dua kelas burung-burung hutan (woodland birds) dengan pernafasan burung-burung. Pada kasus yang pertama, setiap kelas dasar dibuat jenis lain oleh hubungan - burung hutan adalah sejenis
burung, dan mereka juga sejenis binatang hutan. Sedangkan pada kasus kedua, bagaimanapun juga, hubungan tidak membuat kelas dasar burung sebagai kelas dasar pernafasan, juga kelas dasar penafasan tidak membuat suatu jenis burung.
Baik kelas-kelas kompleks maupun kelas majemuk, keduanya mengenai hubungan di antara lebih dari satu jenis benda. Perbedaan yang ada dari mereka adalah dalam tingkat mana komponen-komponen ini tetap memlihara/mempertahankan ciri-ciri khasnya dalam hubungan-hubungan. Pada kelas kompleks, interaksi di antara kelas-kelas, unsurnya tetap membiarkan terpisah atau dapat dipisah, artinya, sumbangannya kepada keseluruhan tetap berbeda-beda. Sedangkan pada kelas majemuk, unsur-unsurnya menyatu (fuse), dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, perbedaan tersebut serupa dengan perbedaan antara campuran dan senyawa pada kimia. Campuran antara serbuk besi dan garam, misalnya, meskipun bercampur, dan unsur-unsurnya bisa dipisahkan secara mekanis, contohnya dengan cara melarutkan garam, atau dengan cara mengeduk serbuk besi dengan menggunakan magnet. Namun senyawa antara oksigen dan hidrogen adalah air, suatu zat baru sama sekali yang berbeda dengan zat asalnya. Contohnya, air adalah cair pada tekanan dan temperatur normal, sementara kedua unsur pembentuknya sama-sama berupa gas.
Ranganathan menggarisbawahi perbedaan antara kedua jenis kelas campuran ini dengan menyebutnya dengan kelas-kelas kompleks "loose assemblages" (menghilangnya kumpulan unsur?). Namanya bagi komponen-komponen kelas seperti itu adalah fase (phasess), dan ia menyebut hubungan di antara mereka dengan hubungan fase (phase relationship). Fase-fase kelas kompleks bisa bersifat elemental (dasar), kelas-kelas berlapis, atau majemuk, atau senyawa, dan mereka dihubungkan dengan latar verbal dengan syrat yang mengkhususnkan sifat hubungannya. Contoh hubungan fase adalah perbandingan, misalnya perbandingan antara binatang-binatang yang berpindah dengan yang menetap atau tidur di musim dingin - merupakan contoh yang fase-fasenya kelas dasar. Dan pernafasan kalong dibandingkan dengan pernafasan burung - juga yang fase-fasenya kelas majemuk atau senyawa.
Selanjutnya, hubungan fase pengaruh, misalnya pengaruh Darwinisme terhadap pemikiran kristen. Kemudian eksposisi (penjelasan rinci), misalnya penjelasan ethologi agresi pada manusia, di mana subjek agresi manusia - diuraikan dari sudut pandang khusus. (Ethologi adalah ilmu karakter atau formasi karakter). Semua hal tersebut, dokumennya bisa memberikan informasi kepada kedua fase tadi, maupun pada hubungan-hubungannya - artinya unsur-unsurnya masih tetap dapat dipertahankan.
Hubungan fase umum lainnya adalah bias. Contohnya, statistik untuk ahli biologi, di mana informasi tentang satu spesialisasi disajikan dengan harapan bermanfaat bagi praktisi lainnya. Namun tampaknya ia bukan merupakan hubungan fase yang benar, karena di dalamnya hanya terdapat sedikit bahkan tidak ada informasi mengenai biologi di dalam dokumen, contohnya. Dan mungkin akan lebih baik mengatakan bahwa kelas-kelas tersebut sebagai suatu subjek yang disajikan dalam bentuk tertentu, daripada sebagai kelas yang kompleks. Untuk hal seperti ini sudah dilakukan oleh UDC yang menggunakan notasi (024) yang berarti bentuk penyajian fasetnya guna menggambarkan "book for special type of user".
Jika kita membandingkan satu dari kelas kompleks, katakanlah, perbandingan antara hewan berpindah dengan hewan yang menetap (yang hidup di musim dingin) - dengan kelas majemuk, seperti misalnya kecerdasan tikus, di sana kita dapat melihat apa yang dimaksud dengan penyatuan unsur-unsur dengan jenis kelas yang terakhir. Dokumen yang berasal dari kelas majemuk tidak akan memberikan gambaran secara umum tentang suatu subjek, karena ia membawa subjek-subjek yang saling berhubungan. Dengan demikian, hal tersebut
memberikan proses sedemikian rupa sehingga, kelas-kelas kompleks hanya memberikan informasi tentang hewan-hewan berpindah, dan informasi tentang hewan-hewan yang menetap atau tidur di musim dingin, serta kemudian membandingkan keduanya. Alhasil, ia hanya mengenai satu aspek dari tikus, dan kecerdasan dari hewan. Kedua kelas tersebut disenyawakan menjadi kecerdasan tikus.
Ada banyak dokumen yang memberikan informasi lebih dari satu jenis benda tanpa mengenai hubungan di antara mereka, artinya kedua benda tadi tidak saling berhubungan. Contoh untuk karya seperti ini adalah karya tentang reptil dan ampibi. Sebagian karya memberikan pada satu subjek, sementara sebagian lainnya memberikan penekanan pada subjek yang lainnya. Kita menyebutnya dengan karya bertopik banyak (polytopical works) untuk jenis karya seperti ini. Jenis karya ini tidak membentuk jenis karya baru. Untuk tujuan klasifikasi, maka setiap subjek harus dipikirkan seolah-olah merupakan karya yang berdiri sendiri/terpisah. Contohnya, di dalam katalog alfabetis terdapat dua entri pada contoh yang kita ajukan, yakni, yang satu di bawah nama reptil, dan yang lainnya di bawah nama ampibi. Atau misalnya subjek yang satu melemahkan subjek lainnya, maka kelas tersebut harus digunakan untuk mewakili subjek dari dokumen yang bersangkutan. Contohnya, karya dengan judul "Frogs, toads, newts, and salamander" (katak, kodok, semacam kadal air, dan sejenis kadal), hendaknya diwakili oleh subjek yang umum, namun menggambarkan semuanya, yakni ampibi.
Hubungan hirarkis
Hubungan-hubungan hierarkis didasarkan pada hubungan subordinasi atau terlibatnya (inclusion). Jika satu kelas meliput kelas-kelas lain secara keseluruhan, atau jika dua kelas terliput seluruhnya oleh kelas yang ketiga, maka pasangan tersebut mempunyai hubungan yang berarti, yang harus tergambarkan dalam bagan klasifikasi. Contohnya, kelas kupu-kupu, seluruhnya terliput oleh lepidoptera (sejenis serangga), artinya kupu-kupu merupakan sejenis lepidoptera. Perhatikan gambar berikut:
lepidoptera
kupu-kupu ngengat
(moth)
Pengguna yang sedang mencari informasi pada lepidoptera, harus dibawa kepada karya tentang kupu-kupu juga, sebab kupu-kupu merupakan himpunan bagian dari lepidoptera. Dan pengguna yang mencari pada kupu-kupu, akan menemukan informasi yang termuat dalam karya-karya tentang lepidoptera. Demikian pula hubungan antara kelas kupu-kupu dan ngengat, ia harus tergambarkan dalam bagan klasifikasi, sebab keduanya terliput oleh lepidoptera. Selanjutnya pengguna yang mencari pada lepidoptera akan menemukan
informasi mengenai kupu-kupu dan ngengat maupun informasi umum lepidoptera. Dan pengguna yang mencari informasi pada ngengat, mungkin ingin memperluas penelusurannya meliputi karya umum lepidoptera dan mengembangkannya meliputi karya-karya yang berkaitan dengan kelas kupu-kupu.
Jenis hubungan hierarkis yang dibahas sejauh ini disebut generic, yaitu antara suatu benda dan jenis-jenisnya: hubungan antara genus dengan speiesnya. Hubungan ini bersifat mutlak, yang tidak bergantung kepada keberadaan dokumen dengan subjek-subjek berkaitan. (Meskipun jika tidak ada satu dokumen pun yang saling berkaitan satu dengan yang lain di antara subjek-subjeknya, hal ini tidak menarik kita untuk kepentingan klasifikasi). Bagaimanapun juga hubungan generik ini tidak hanya merupakan hubungan hierarkis. Perhatikanlah pernyataan tentang subjek play in primate (permainan pada primata), berikut:
permainan primata
Kelas tersebut sangat jelas diliput oleh kelas-kelas permainan dan primata: ia lebih sempit daripada salah satu kelas pembentuknya. Meskipun begitu ia bukanlah merupakan bentuk kelas permainan, juga bukan merupakan jenis primata. Hubungan antara keduanya serta kelas-kelas induknya bukan merupakan generik, dan ia ada karena pengarang memproduksinya, yaitu memproduksi suatu karya yang memuat: hubungan yang tidak mutlak dan alami. Bahkan kita harus memperlihatkan hubungan "lebih luas-lebih sempit" ini, yaitu hubungan antara benda dan kegiatannya. Dengan alasan yang sama, kita harus memperlihatkan hubungan generic.
Hubungan yang serupa dengan itu adalah hubungan antara suatu benda dengan operasinya (operasi yang ada di dalamnya). Contoh, pernafasan dengan percobaan-percobaan pada pernafasan. Juga hubungan antara suatu benda dengan bagian-bagiannya. Contohnya, serangga dan kulit serangga. Dan hubungan antara suatu benda dengan sifat-sifatnya. Contohnya, tikus dan kecerdasan tikus.
Hubungan lebih luas-lebih sempit antara pernyataan antara pernyataan subjek yang lebih rumit, sulit dirasakan. Aturannya adalah bahwa satu komponen atau lebih dari satu pernyataan subjek, lebih luas dari komponen-komponen lain yang sesuai, sedangkan komponen sisanya tetap sama, maka kelas pertama adalah lebih luas dari kelas kedua. Contoh untuk ini misalnya, percobaan-percobaac pada perilaku primata adalah lebih luas daripada percobaan-percobaan pada perilaku siamang, serta lebih luas juga daripada percobaan-percobaan pada permainan primata. Lihat gambar berikut:
percobaan- perilaku
percobaan
siamang
primata
Namun, tentu saja perilaku primata lebih luas daripada salah satu dari semua ini. Dalam beberapa kasus, komponen-komponen yang berbeda, tertolak keluar. Contohnya, permainan pada primata tidak dapat disebut lebih luas atau lebih sempit daripada prilaku siamang. Perhatikan gambar berikut:
siamang
perilaku
primata
permainan
Satau lagi contoh: Dalam beberapa hal, satu kelas tidak mungkin meliput kelas-kelas lainnya. Misalnya permainan pada beruang, tidak lebih luas ataupun lebih sempit dari pada permainan pada primata. Lihat gambar berikut:
permainan
beruang primata
(bears)
Kita dapat membicarakan hubungan hierarkis dengan cara penggunaan terminologi sebagai berikut: kelas yang memuat kelas-kelas lainnya dikatakan sebagai superordinat terhadap kelas itu; sementara kelas-kelas yang memuat kelas-kelas lainnya disebut subordinat terhadap kelas-kelas yang dimuatinya (subordinat = membawahkan atau mengemudiankan). Sedangkan kelas-kelas yang tidak lebih luas maupun tidak lebih sempit di antara satu dengan lainnya, dan yang sama-sama membagi langsung superordinat terhadap kelas-kelas yang muncul langsung di atasnya, disebut sebagai koordinat (sederajat). Dan, kelas-kelas yang tidak lebih luas maupun tidak lebih sempit dari yang lainnya, sementara itu juga ia tidak berbagi sama terhadap superordinat langsungnya, meskipun di dalam hierarki yang sama, disebut sebagai kolateral (collateral = sederajat). Contohnya adalah dalam gambar berikut:
Animal/hewan
invertebrata vertebrata
cacing arachnids serangga ikan ampibi reptil burung mamal
(worms) (sej.laba-laba,
kalajengking,
dsb.)
Vertebrata adalah subordinat terhadap hewan/animal, dan superordinat kepada masing-masing kelas: ikan, ampibi, reptil, burung, dan mamalia. Dan vertebrata juga merupakan koordinat (sederajat) dengan invertebrata. Kelas-kelas ikan, ampibi, reptil, burung, dan mamalia adalah koordinat satu sama lainnya, dan mereka sejajar dengan kelas cacing, arachnids, serangga, serta subordinat terhadap vertebrata.
Demikian telah kita uraikan secara cukup jelas mengenai pengertian klasifikasi beserta segala aspek yang berkaitan dengan klasifikasi. Sehingga dengan pemahaman klasifikasi dengan agak rinci ini, kita bisa mulai dengan bentuk dan sistem klasifikasi yang banyak digunakan di lapangan, khususnya di perpustakaan.
Fungsi klasifikasi dalam konteks penelusuran informasi di dunia perpustakaan juga akan semakin jelas keadaannya. Pengindeksan subjek sebagai salam satu teknik atau metode praktis untuk kegiatan penelusuran informasi juga akan diberikan contoh-contohnya.
4. Klasifikasi umum dan merinci
Berkaitan dengan pola hubungan antar konsep dan subjek seperti sudah diuraikan di atas, maka untuk menetapkan apakah suatu perpustakaan akan mempertimbangkan penggunaan klasifikasi secara umum atau merinci. Jika hanya akan mengklasifikasikan suatu dokumen secara umum maka tidak perlu banyak mempertimbangkan hubungan-hubungan antar konsep dan subjek dalam dokumen, namun jika yang dilakukannya adalah klasifikasi yang merinci, maka pengklasifikasi perlu mempertimbangkan hubungan-hubungan antar konsep tersebut.
Klasifikasi yang merinci (close classification) maksudnya adalah mengklasifikasikan setiap subjek selengkap atau sepenuh mungkin. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan semua subdivisi sampai sekecil-kecilnya (minute) yang terdapat dalam bagan klasifikasi secara khusus. Sementara dalam klasifikasi umum (broad classification) hanya mengklasifikasikan dokumen dengan divisi dan subdivisi yng umum, tanpa menggunakan kategori individual secara rinci. Suatu perpustakaan mengklasifikasikan subjek King James Bible dengan nomor 220.502 3 pada DDC, sementara perpustakaan lain hanya menggunakan nomor 220 saja untuk topik yang sama.
Meskipun tidak ada kebijaksanaan yang pasti untuk hal ini, namun perpustakaan-perpustakaan yang lebih kecil mempunyai kecenderungan mengklasifikasikan dokumen-dokumennya secara umum saja. Hal ini tentu saja jika dibandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan yang lebih besar, yang cenderung mengklasifikasikan subjeknya secara lebih merinci, apalagi untuk jenis subjek yang yang tergolong ke dalam koleksi khusus di perpustakaan yang bersangkutan.
Di sebagian besar perpustakaan, bagan-bagan klasifikasi itu biasanya beranotasi (diberi keterangan), sehingga dengan demikian ia dapat membimbing pengkatalog menetapkan putusannya atau kebijaksanaannya. Hal ini tidak hanya akan menimbulkan masalah antara klasifikasi merinci lawan klasifikasi umum, akan tetapi juga bisa mempengaruhi semua pokok mengenai masalah-masalah klasifikasi, termasuk penafsiran setempat tentang klasifikasi, serta notasi baru yang sudah direvisi.
Secara umum memang masalah penetapan apakah suatu perpustakaan akan mengambil kebijakan mengklasifikasikan dokumen-dokumennya dengan merinci ataukan hanya yang umum saja, itu biasanya bergantung kepada kebijaksanaan pustakawannya. Tidak ada aturan yang tegas yang mengatur tentang kebijakan ini.
Berbagai sistem klasifikasi yang kita kenal menurut sejarah, berasal dari pinakes, yaitu suatu katalog untuk menempatkan subjek umum. Ini ditemukan oleh Callimachus pada perpustakaan Alexandria (Iskandariyah, Mesir). Ia mengklasifikasikan buku sampai pada sistem nomor seperti sekarang, termasuk sistem huruf dan lambang-lambang, atau kombinasi ketiganya: nomor, huruf, dan lambang.
Namun demikian, apapun bagan yang dipilih, atau seberapa besar koleksi yang ada, tujuan klasifikasi adalah untuk memudahkan pencarian suatu buku, media, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan. Hal ini penting sekali terutama jika sifat bukunya sangat heterogen.
Klasifikasi adalah alat untuk mempermudah pencarian buku atau dokumen, dan oleh karena itu ia perlu menempatkan buku-buku atau dokumen lain tentang sejarah nasional, tentang sibernetika dan bidang studi berkaitan, serta bidang-bidang lain yang memiliki sifat yang sama, ditempatkan pada tempat yang sama atau saling berdekatan. Hal ini dapat membantu para pencari buku atau dokumen lain mempercepat penemuannya, apalagi dalam perpustakaan yang memberlakukan sistem rak terbuka. Yang penting, klasifikasi harus sanggup menempatkan karya-karya yang saling berkaitan ke dalam tempat yang berdekatan. Dengan demikian, maka juga terjadi sebaliknya, bahwa karya-karya yang saling berjauhan atau bidang-bidang yang tidak memiliki ciri dan sifat yang sama (berlainan sifat dan cirinya), ditempatkan ke dalam tempat yang saling berjauhan.
Banyak bagan klasifikasi yang ada, namun setiap bagan pada akhirnya menuntun para pengguna kepada buku, media, atau koleksi lain yang dibutuhkannya, khususnya pada sistem layanan terbuka, serta bagi para petugas dan pustakawan dalam mencari buku atau dokumen lain untuk kepentingan penggunanya/pelanggannya. Pada yang terakhir ini terutama pada sistem rak tertutup. Mana yang baik di antara sistem terbuka dan tertutup tersebut, tidak perlu dipertentangkan, karena masing-masing sistem mempunyai keunggulan dan kelemahannya sendiri. Pada sistem rak terbuka, misalnya, pengguna bisa terdorong untuk melakukan browsing (melihat-lihat secara umum dan sepintas) jajaran koleksi perpustakaan secara langsung, dan oleh karena itu konsep ini dapat merangsang kesadaran intelektual.
Sementara itu, pada sistem rak tertutup, bisa mengurangi salah tangan, salah penempatan, dan pencurian buku. Pada sistem tertutup ini diajarkan kepada pengguna untuk menyandarkan kepada petugas untuk mengambilkannya setelah melalui pencarian jenis dan bentuk buku atau koleksi lain melalui katalog.
Pada sistem rak terbuka, diperlukan suatu sistem klasifikasi yang logis dan komprehensif agar para pengguna dapat menemukan subjek secara bersama-sama pula. Memang tidak menjadi masalah, apapun sistem yang digunakan, sistem klasifikasi tetap perlu kartu katalog sebagai sumber utama referensi utama. Dan ia juga harus lengkap dan mutakhir. Kartu katalog memberikan akses terhadap buku-buku, dokumen, atau koleksi lain yang ada di perpustakaan berdasarkan nama pengarang, judul buku atau dokumen, atau subjek, serta memberikan atau menyediakan nomor buku guna menemukan tempat buku dalam raknya.
Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka yang namanya klasifikasi dan katalog ibarat saudara sekandung, artinya yang satu menjadi pelengkap yang lainnya. Klasifikasi tanpa katalog, tidak sempurna, juga sebaliknya, katalog tanpa klasifikasi, kurang berguna.
Perlu diingat di sini bahwa yang namanya klasifikasi adalah satu istilah yang digunakan untuk suatu proses yang bisa bermakna dalam rangka membuat skema atau bagan klasifikasi, dan termasuk juga kegiatan mengklasifikasikan suatu dokumen atau media sumber informasi. Guna memahami masalah-masalah teoretis tentang klasifikasi perpustakaan, maka secara singkat kita perlu membicarakan pengertian klasifikasi pengetahuan secara umum, atau yang sering disebut sebagai klasifikasi filosofis.
Secara sederhana, bagan atau skema klasifikasi didefinisikan sebagai suatu susunan kelompok kelas, suatu kelas tertentu yang kemudian dibagi ke dalam golongan-golongan yang mempunyai sifat dan ciri sama. Artinya pengelompokan berdasarkan ciri dan sifat yang sama. Ciri atau karekteristik di sini maksudnya adalah sifat pengelompokan konsep-konsep atau subjek yang terbagi-bagi sesuai dengan ciri yang dimilikinya. Dengan demikian, maka tujuan klasifikasi dalam hal ini adalah menempatkan benda-benda yang memiliki sifat sama secara bersamaan (ke dalam tempat yang sama atau berdekatan), dan menempatkan secara terpisah benda-benda yang memiliki sifat dan ciri yang berbeda.
Seperti telah ditunjukkan oleh Shera dan Egan bahwa "tidak ada teori pengetahuan, dan oleh karena itu tidak ada susunan pengetahuan, jika tidak mengingat akan kemampuan melekat pada pikiran manusia dalam membentuk konsep-konsep; serta merasakan konsep-konsep di luar pengelompokan secara mental yang meliputi dan mengelola sejumlah konsep spesifik yang mungkin ada". Karena pengklasifikasian setiap jenis benda bergantung kepada kemampuan intelektual yang melekat ini, maka pengklasifikasi harus memulai dengan memahami secara eksplisit tentang konsep dan pengelompokan. Konsep adalah pengenalan akan pola-pola sifat (qualities), atau struktur, yang memungkinkan pikiran menyebutkan objek dalam kaitannya dengan kenyataan konsistensi yang bisa diulang-ulang.
Menurut Aristoteles (dalam Wynar, 1972 dan juga Buchanan, 1979), semua pengetahuan ilmiah terdiri atas pengelompokan fakta-fakta atau keterangan-keterangan (particulars) di bawah konsep kelas secara bersamaan, serta dalam menggabungkan konsep-konsep tadi ke dalam suatu sistem. Tujuan ilmu adalah suatu batasan yang dapat menjelaskan ciri subjek dengan sifat-sifat dasarnya, serta dengan membedakan sifat-sifat tersebut dari kelompok-kelompok lainnya. Dengan demikian, tujuan akhir ilmu adalah pengelompokan objek-objek pengetahuan secara lengkap ke dalam kelompok-kelompok kelas, mempertunjukkan semua kesamaan dan perbedaan dalam sifat-sifat berbagai kelas.
Konsep ilmu seperti ini dijelaskan oleh Aristoteles. Ia mengatakan bahwa definisi suatu konsep istilah atau kelas, harus merupakan suatu statement yang lengkap tentang:
(1) Sifat-sifat dasar kelas. Contohnya adalah orang. Orang adalah hewan yang mampu berbicara secara rasional.
(2) Sifat-sifat khusus orang. Contohnya adalah orang mampu tertawa.
(3) Genus lain yang lebih tinggi. Contohnya, orang adalah binatang.
(4) Sifat-sifat yang membedakan orang dari semua spesies binatang lainnya. Contohnya, manusia adalah orang yang mampu berbicara.
(5) Sesuatu yang kebetulan ada, yaitu sifat-sifat yang merupakan bukan bagian dari definisi, tetapi pada umumnya ada pada setiap kelas dan kelas-kelas lainnya. Contohnya, orang adalah objek materi.
Pengelompokan ala Aristetolian ini sudah cukup terkenal. Dalam menggolongkan pengetahuan semesta (universal), ahli filsafat membatasi sepuluh kelas (kelompok benda yang paling disukai) sebagai berikut:
1. zat (substance) 2. kuantitas 3. kualitas
4. hubungan 5. tempat 6. waktu
7. situasi/posisi 8. posesi* 9. aktualitas
10. passivitas * = barang milik atau karakter yang diperoleh.
Lebih jauh kita dapat menemukan epistemologinya Aristoteles dalam uraian Kant. Menurut Kant, selalu ada dua faktor dalam pengetahuan -- yaitu bahan mentah, yang merupakan pengalaman indera, dan kegiatan pikiran yang tersusun, terorganisasi atau terpadu (synthetic). Untuk memahami atau untuk mengindera penafsiran, atau penilaian, yaitu pembentukan konsep dan hukum yang merupakan susunan dan rangkaian, caranya adalah dengan memadukan atau menyusun isi persepsi indera. Bentuk-bentuk ini merupakan kategori atau pengelompokan, yaitu bentuk-bentuk pemikiran suatu objek secara universal dan fundamental serta hubungan-hubungan antar objek tadi. Melalui penggunaan kategori-kategori ini, pikiran membangun bahan persepsi indera ke dalam keseluruhan pengalaman yang jelas (intelligible), sistematis, dan tersusun rapi. Kategori Kant ini sesuai dengan klasifikasi atau penafsiran di dalam logika tradisional, sebagai berikut:
(1) Kategori-kategori kuantitas
kesatuan
pluralitas
totalitas
(2) Kategori-kategori kualitas
realitas
ketiadaan (negation)
keterbatasan (limitation)
(3) Kategori-kategori hubungan
kemelekatan (inherence) dan penghidupan (subsistence) atau zat (substance).
kausalitas dan ketergantungan.
komunitas atau pertukaran kepengaruhan (reciprocity of causal influence).
(4) Kategori-kategori modalitas - pengandaian
kemungkinan - kemustahilan
keberadaan - ketiadaan
keperluan - kebetulan (contingency).
Untuk menggambarkan teori dan argumen Kant, berikut diberikan gambaran beberapa contoh kategori dalam bentuk penerapan:
1) Kesatuan. Pikiran menyatukan berbagai sensasi. Contohnya seperti warna, bentuk berat, ukuran, rasa, dsb. ke dalam kesatuan atau identitas yang namanya jeruk, misalnya.
2) Pluralitas. Untuk menghitung sekantong jeruk, pikiran harus mengulanginya, seperti katakanlah, dua belas kali. Mengenali identitas kesatuannya serta menambahkan atau memadukan masing-masing satu kepada jumlah yang sudah diakui sebelumnya.
3) Zat. Pikiran dapat mengakui perubahan hanya dengan menunjukkan segala sesuatu yang tetap/permanan. Tanpa adanya kesadaran tentang keabadian, maka tidak ada perubahan, juga sebaliknya. Dengan begitu, maka jika kita berpikir tentang suatu objek, sebuah meja, misalnya, kita dapat mengatakan perubahan penampilannya hanya jika kita mengakui keidentikannya bahwa ia berubah.
4) Kausalitas. Hubungan kausal adalah satu dari rangkaian urutan yang perlu dan tidak bisa dibalik-balik. A penyebab B, berarti A harus terjadi pertama sebelum kejadian B. Namun dari pengalaman indera kita sendiri, kita tidak dapat memperoleh ide dengan rangkaian yang perlu dan tidak bisa terbalik itu.
Sekarang jelas bahwa penggunaan atau penerapan seluruh kategori itu mempunyai arti harus selalu sintesis, terorganisasi atau tergabungkan, termasuk pada beberapa hal dalam pengalaman indera yang semrawut (chaotic) dan berjenis-jenis. Pengetahuan meliputi baik yang sintesis maupun yang analitis. Kita harus melihat benda secara bersama sebelum bagian-bagiannya; namun juga kita tidak bisa melihat benda bersama-sama kecuali kalau kita meletakkannya bersama-sama.
Tampaknya inilah salah satu masalah utama dalam suatu klasifikasi yang logis. Mengingat luasnya bidang pengetahuan yang belum ditemukan, maka pembangunan atau pembuatan bagan klasifikasi menjadi sangat sulit. Bagaimana kita dapat memulai mengelompokkan "sesuatu yang sudah diketahui" secara mental, dan yang sering terpecah-pecah dalam potongan informasi, serta menyesuaikan potongan-potongan tersebut ke dalam pola-pola keberadaan (existing) (atau ketiadaan) pada upaya penyatuan yang kita lakukan?
Seperti dikatakan oleh Sayers, kita tidak dapat memahaminya kecuali kalau kita melakukan klasifikasi baik dalam tingkatan yang rendah maupun dalam tahapan yang tinggi dan lebih luas. Pengetahuan dalam keseluruhannya berarti mengindera kelompok, benda-benda, ide-ide, secara tak terbatas. Kita tidak hanya mengklasifikasikan objek-objek nyata (tangible) yang dapat kita lihat dan kita rasakan, tetapi kita juga harus mencoba mengklasifikasikan dan menilai kesan-kesan, ide-ide, dan gagasan-gagasan yang ada, telah ada, atau mungkin ada. Jika klasifikasi itu sendiri bukan pengetahuan, tentu ia merupakan metode yang sangat penting tentang pengetahuan. Ia memungkinkan kita untuk mengamati objek-objek dan abstrak dari berbagai sifat dan karakteristik yang dipunyai bersama, serta bagaimana objek-objek tadi saling berkaitan satu sama lain. Dan dalam hal seperti ini kita sampai kepada generalisasi atau proses generalisasi ilmiah.
Dalam konteks ini kita dapat menyebutnya sebagai klasifikasi alam dan klasifikasi artifisial. Klasifikasi alam adalah pengelompokan benda-benda dengan memperlihatkan sifat-sifat yang melekat pada benda tersebut (benda yang diklasifikasikan). Ia bergantung pada sifat-sifat yang dinyatakan dalam "kesamaan" (homology) di mana sifat-sifat yang melekat dari benda tersebut diklasifikasikan, dan tentu sifat-sifat tersebut tidak dapat dipisahkan dari objek klasifikasi. Klasifikasi alam ini menyesuaikan diri pada "susunan sifat" seerat-eratnya. Sedangkan klasifikasi artifisial adalah klasifikasi di mana sifat-sifat yang kebetulan ada pada benda yang diklasifikasikan itulah yang dijadikan dasar, atau diangkat sebagai karakteristik penyusunan. Dengan demikian, klasifikasi artifisial ini bergantung kepada analogi (kiasan) di mana benda-benda yang diklasifikasikan dengan tujuan khusus didasarkan pada pemilihan ciri yang kebetulan ada dan berubah-ubah (arbitrary), serta dapat terpisah dari objek yang diklasifikasikan.
Jenis klasifikasi filosofis juga bisa dikenali melalui struktur internal klasifikasi itu sendiri. Dalam hal ini kita dapat membedakan antara klasifikasi referensial dan klasifikasi hierarsikal. Klasifikasi hierarsikal merupakan konsep klasifikasi yang didasarkan kepada asumsi bahwa proses subdivisi harus dapat memperlihatkan sebanyak mungkin sifat "hierarkis" dari suatu subjek. Memulai dari kelas-kelas yang lebih luas dan kurang intensif, kepada kelas-kelas yang kurang luas dan lebih intensif. Menurut Bliss, urutannya adalah menempatkan karya-karya umum lebih dahulu, yang harus diikuti oleh karya-karya umum yang dibahas secara khusus, kemudian disusul oleh karya-karya khusus yang dibahas secara umum, dan akhirnya subjek khusus yang dibahas secara khusus. Contoh dan rumusannya kira-kira sebagai berikut:
(1) Subjek umum yang dibahas secara umum - Gedung Perpustakaan
(2) Subjek umum yang dibahas secara khusus - Rancangan Gedung Perpustakaan
(3) Subjek khusus yang dibahas secara umum - Gedung Perpustakaan Sekolah
(4) Subjek khusus yang dibahas secara khusus - Rancangan Gedung Perpustakaan Sekolah
Tabel yang diberikan oleh Bliss berikut, menggambarkan spesifikasi kelas yang dapat diterapkan pada sebagian besar klasifikasi dengan subdivisi sistematis, baik yang umum maupun yang khusus:
Ruang lingkup yang umum
Bibliografis
Historis dan kritis
Metode, lingkup, dan hubungan antar subjek
Kritis
Bibliografis
Pendukung tambahan (ancillary): statistik, ilustrasi, dsb.
Dokumen, laporan, dll.
Kumpulan
Serial dan berkala tentang masyarakat, dll.
Koleksi, seleksi, bacaan, campuran, essay.
Umum dalam ruang lingkup dan laporan
Permulaan, pendahuluan
Buku pedoman, ikhtisar (compends)
Risalat, prinsip, studi komprehensif
Pidato, tulisan (discourses)
Umum dalam lingkup dan khusus dalam laporan
Laporan (treatment) teoretis
Aspek-aspek subjek umum
Laporan dengan tujuan khusus, minat, profesi, dll.
Teknik
Eksperimental dan laboratorium
Khusus dalam lingkup dan laporan
Subjek-subjek khusus
Teori-teori khusus
Aspek-aspek dalam minat-minat khusus
Topik-topik khusus
Metode-metode khusus, eksperimen khusus, dll.
Laporan (treatment) statistik
Pamflet dengan isi khusus, bahan-bahan khusus lainnya
Prinsip-prinsik klasifikasi hierarsikal dapat diringkas ke dalam empat rumusa
sebagai berikut:
(1) Suatu klasifikasi hierarsikal diawali dengan pemasangan kelompok-kelompok ilmu dalam bidang utama (principal) ke dalam kelas-kelas utama atau divisi utama sesuai dengan yang ditetapkan oleh teori ilmu pengetahuan yang diterima atau diakui. Kelas-kelas seperti itu mempunyai bidang garapan yang sangat luas dan kurang intensif.
(2) Proses dilanjutkan dengan penandaan atau penunjukan perbedaan sifat atau kualitas pada masing-masing kelas tadi, kemudian disusul dengan pembuatan sub-sub kelas atau sub-divisi.
(3) Masing-masing divisi pada gilirannya dibagi-bagi dengan memperhatikan perbedaan sifat atau kualitas lebih lanjut guna menghasilkan subdivisi-subdivisi selanjutnya/berikutnya, dan bahkan subdivisi-subdivisi tersebut secara berurutan dapat menghasilkan seksi-seksi dan sub-subseksi, hingga subdivisi-subdivisi tadi tidak bisa lagi dipecah menjadi bagian yang lebih kecil lagi.
(4) Masing-masing subdivisi dari suatu kelas adalah subordinasi terhadap tajuk kelas, dan contoh dari subdivisi-subdivisi ini adalah keseluruhan arti istilah kelas, namun setiap set atau pasangan subdivisi tunggal bisa terdiri dari kelas-kelas yang sederajat. Hal ini dikoordinasikan oleh prinsip kesamaan.
Banyak sistem klasifikasi terkemuka seperti DDC (Dewey Decimal Classification) yang juga mengikuti pola seperti prinsip tersebut di atas. Beberapa pengarang yang menulis tentang klasifikasi hierarkis telah menyebutkan bahwa pengelompokan kategori dan topik-topik di dalam rangkaian hierarkis, seringkali penetapannya tidak dengan menggunakan kesamaan-kesamaannya antara yang satu dengan yang lainnya, akan tetapi lebih banyak dari hubungan subordinasinya yang didasarkan kepada karakteristik umum, atau suguhan dengan tujuan-tujuan khusus. Jenis klasifikasi yang kedua ini didasarkan kepada asumsi bahwa klasifikasi harusmemperlihatkan hubungan kelas dari suatu subjek tertentu, dalam bentuk yang lebih menyenangkan daripada model penyajian linear tradisional. Shera dan Egan menyebutnya dengan klasifikasi referensial, yang pada intinya yaitu "suatu sistem yang pragmatik dan empirik di mana unsur-unsur pokok dihubungkan dengan rujukan (reference) kepada suatu suguhan, sifat, atau subjek-subjek tunggal yang (bisa) terisolasi, tanpa memperhatikan karakteristik lainnya.
Klasifikasi referensial mengakui adanya kemungkinan pengelompokan kembali seluruh bidang benda-benda yang sama sesuai dengan suguhan dan sifat yang berbeda, serta aspek lain yang juga berbeda. Klasifikasi demikian didasarkan kepada kebenaran yang jelas bahwa satu unit (subjek) tunggal bisa lebih bermanfaat dalam suatu nomor hubungan yang berbeda, dan ini tergantung kepada tujuan pada saat itu.
Dalam klasifikasi referensial, yang diutamakannya adalah hubungan-hubungan eksternal, lingkungan eksternal, dan bukan esensi dari konsep-konsep. Dan itu semua sangat penting dalam klasifikasi yang relatif merinci. Beberapa konsep yang menggunakan pendekatan klasifikasi referensial, dan sistemnya sudah cukup terkenal, antara lain adalah Universal Decimal Classification (UDC) dan Colon Classificatin (CC) dari Ranganathan. (Sumber: Wynar, 1972).
Sementara itu Buchanan (1979), seorang ahli lainnya menjelaskan konsep dan pengertian klasifikasi secara lebih praktis. Ia mengatakan bahwa klasifikasi adalah kegiatan atau tindakan pengelompokan benda-benda yang sama secara bersama-sama. Semua anggota kelompok -- atau kelas -- yang dihasilkan oleh klasifikasi paling sedikit membagi satu karakteristik yang tidak dimiliki oleh anggota-anggota kelas lainnya. Benda yang diklasifikasikan bisa berupa benda nyata/konkret, ide dari benda tersebut, atau abstraksi.
Contohnya, kita dapat menserumahkan macan, singa, dan macan tutul, sehingga mereka saling berdekatan satu dengan lainnya di kebun binatang. Mereka dikelompokkan secara bersama-sama karena kita merasakan bahwa mereka sama-sama mempunyai karakteristik yang sama. Mereka tidak sama sifat atau karakteristiknya dengan, misalnya, gajah, singa laut, atau anjing dan kelinci. Andaikanlah bahwa misalnya kebun binatang itu tidak ada, sehingga kita pun tak dapat mengelompokkan binatang tersebut secara langsung (binatang yang sebenarnya), akan tetapi masih dapat mengerti hubungan antara ide tentang macan, ide tentang singa, dan ide tentang macan tutul, serta mengelompokkan mereka di dalam pikiran kita. Demikian pula kita dapat mengelompokkan abstraksi-abstraksi, seperti sifat-sifat benda, operasi, dan kegiatan-kegiatan yang dimainkan atau diperankan oleh benda.
Pengalaman atas kesamaan (likeness) bisa dilakukan oleh mesin atau bisa juga oleh manusia. Memang persepsi manuaia atas karakteristik yang berbagi bisa bersifat intuitif. Contohnya, bisa jadi seorang anak kecil menyebutkan bahwa anjing milik A yang bernama Blaki dengan anjing milik B yang bernama Cepi, merupakan satu kelompok dengan anjing-anjing milik orang lain, termasuk miliknya di rumah sendiri. Namun demikian, tentu anak tersebut belum mampu menyebutkan karakteristik yang berbagi (yang ada) dalam binatang itu. Hal ini berbeda dengan orang dewasa yang tentu lebih mampu untuk memahami itu. Atas persepsi ini mungkin akibat dari adanya pikiran-pikiran yang sadar.
Klasifikasi memperlihatkan hubungan antar benda-benda dan antar kelas-kelas dari benda-benda. Kita bisa melihat bahwa anggota kelas lukisan, berbeda dengan anggota kelas gambar, namun kedua kelas ini mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, mereka kurang berkaitan dengan kelas seni ukir atau seni pahat, karena lukisan dan gambar sama-sama mempunyai sifat benda dua dimensi, sedangkan ukiran mempunyai sifat tiga dimensi. Sungguhpun begitu, kedua kelas itu masih mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya, walaupun dengan kadar yang berbeda. Kita juga mengerti bahwa ketiga kelas tadi dengan segala jenisnya disebut sebagai seni murni (fine arts), yang berbeda dengan seni yang ditampilkan oleh musik. Melihat kondisi seperti itu maka kita dapat mengerti bahwa hasil dari klasifikasi adalah penggambaran suatu jaringan atau pola hubungan-hubungan. Dan, banyak tujuan kita menggunakan pola ini.
Melalui klasifikasi kita dapat merangkul atau menguasai banyak kesan tak terorganisasikan yang kita dapatkan melalui indera. Kita dapat menggunakan pola untuk menentukan susunan pada kekacaubalauan penempatan dari apa yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan, kita baui, dan kita rasakan melalui lidah, ke dalam klasifikasi. Klasifikasi menyederhanakan proses berpikir, sebab pada intinya, mereka jauh lebih sedikit kelas-kelasnya. Ia memungkinkan kita untuk membuat generalisasi. Dan hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Jevons (Buchanan, 1979) sebagai berikut: Semua pikiran, semua akal (budi), sepanjang ia menghadapi nama-nama atau ide umum, dapat dikatakan sebagai perbuatan klasifikasi. Dengan kata lain, berpikir adalah mengklasifikasi.
Hal ini sangat nyata benarnya dalam berpikir formal atau logis, yang mengenai jenis-jenis pernyataan, jenis argumentasi, dan kelas benda-benda. Jevons melanjutkan sarannya bahwa memang tidak terlalu jauh bahwa pembatasan logis adalah sebagai teori klasifikasi. Jika kita membatasi suatu benda, kita sedang menggunakan klasifikasi, sebab sebuah batasan atau definisi, terutama terdiri dari dua bagian, yaitu genus golongan yang terdekat, dan perbedaan konsep yang dibatasi secara spesifik. Di dalam definisi, kita menunjuk kepada kelas yang berisi benda yang diklasifikasikan, kemudian kita menunjukkan karakteristik yang membedakan benda dari anggota kelas lain dari kelas yang sama.
Kita merencanakan mata pelajaran dibimbing oleh klasifikasi, kata Aristoteles (Buchanan, 1979), dan ketika kita mengejar atau melakukan penelitian, kita menggunaka peta klasifikasi sebagai sejenis peta pengetahuan. Di masyarakat, kita juga merasakan adanya kelas-kelas: kaya, miskin, bodoh, pintar, dsb. Dan pola kita tentang hubungan-hubungan yang ada bisa dikembangkan sehingga mencakup keseluruhan waktu, yang membenarkan dan memberikan arti bagi masyarakat manusia: ia adalah orang sistematis. Dalamaa masyarakat juga terdapat pengelola atau pengorganisasi serta pengklasifikasi. Sebagai kondisi alamiah dalam kesemestaan, ia dipola ke dalam hierarki dan divisi. Demikian pula yang namanya bangsa dalam konteks yang lebih luas.
Pada tingkat nyata (duniawi), klasifikasi mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Supermarket diorganisasikan sedemikian rupa sehingga semua produk dari jenis yang sama ditempatkan secara bersama. Daging, susu, sayuran, masing-masing dibagi lanjut menjadi mentega, margarin, lemak, krim, dll. Tanpa klasifikasi, supermarket tidak akan menyenangkan pelanggannya. Gudang dan tempat penyimpanan di pabrik-pabrik, menyusun barang-barang dan bagian-bagiannya secara bersama-sama menurut bagaimana mereka digunakan. Anak-anak sekolah diurut-urutkan atau dikelompok-kelompokkan sesuai dengan tingkatan umur dan kepandaiannya. Toko-toko rekaman menempatkan gramapun dan barang-barang sejenis lainnya ke dalam tempat tertentu secara sistematis. Dan perpustakaan pun mengelompokkan dokumen, informasi, media, dan sumber-sumber informasi lainnya, sesuai dengan sistem tertentu secara sistematis, dan dinamakan klasifikasi.
2 Klasifikasi dan Pengindeksan
Dalam contoh uraian di atas, kita melihat bagaimana klasifikasi dapat menembus dan meresap serta mendasar sebagai suatu alat pengelompokan. Dalam hal ini kita akan menguji satu dari penggunaannya saja, yaitu yang berfungsi sebagai alat dalam organisasi penyimpanan bahan atau dokumen.
Dokumen adalah pembawa pesan dalam bentuk fisik. Buku adalah suatu dokumen, juga rekaman gramapun, film, filmstrip, disket komputer, CD-ROM, slide, serta kartu nama yang tersusun di perpustakaan. Pesan yang dibawanya bisa jadi hanya berupa fakta sederhana, pandangan atau penafsiran suatu peristiwa, atau karya-karya seni. Contoh untuk yang terakhir ini misalnya, Hamlet adalah suatu pesan, juga sajak dan kumpulan puisi yang direkam atau dibukukan. Jika dokumen menjadi demikian besar, dan orang mencari dokumen khusus dengan cara mengamati semua dokumen yang ada secara langsung, maka keadaannya akan sulit. Oleh karena itu diperlukan adanya organisasi terhadap pesan-pesan tadi. Dan jika tugas pengorgasisasian ini sudah sedemikian besar untuk dilakukan secara informal, maka diperlukanlah suatu lembaga khusus untuk menanganinya, atau dengan kata lain, dilembagakan -- yaitu dengan cara mengangkat para ahli untuk melakukan tugas-tugas ini. Para ahli ini adalah para pustakawan dan para pekerja informasi lainnya yang berfungsi sebagai mediator antara para pelanggannya dengan dokumen yang berisi pesan-pesan yang dibutuhkannya.
Kita dapat menyatakan bahwa sumbangan pustakawan kepada masyarakat secara lebih tepat sebagai berikut: Ia memungkinkan pelanggannya menemukan sebagian dokumen yang dibutuhkannya dari seluruh dokumen yang ada dengan cara yang semudah dan secepat mungkin. Untuk melaksanakan hal ini, ia memilih dan mengumpulkan dokumen, mengorganisasikan koleksinya, melakukan kerja sama dengan para pustakawan dan pekerja informasi, serta membantu dan mendorong pelanggannya untuk menggunakan dokumen. Tugas pokoknya, di mana yang lain menjadi bagian ketergantungannya, adalah organisasi koleksi -- yaitu susunan dokumen di dalam urutan yang bermanfaat dan dapat memudahkan penelusurannya. Di samping itu juga ditetapkan katalog dan indeks yang bertugas sebagai kunci maupun sekaligus sebagai pelengkap susunan tadi. Dan kita menyebutnya sebagai
indexing (pengindeksan) untuk teknik-teknik yang dikembangkan guna mengadakan organisasi ini.
Sebagaimana kita telah mengerti bahwa pengindeksan adalah mengenai pemudahan penempatan subset-subset -- yaitu dari kelas-kelas dokumen, maka jelas bahwa semua teknik pengindeksan adalah aplikasi dari semua (teori) klasifikasi (Buchanan, 1979).
Karakteristik yang membatasi berbagai kelas yang dicari oleh pelanggan itu berbeda-beda: ada yang melibatkan nama seorang pengarang, nama seri dari suatu karya, nama penerjemah, nama ilustrator, pengumpul, direktur film, dan nama subjek dari pesan yang diperlukan. Dalam urian kita di sini, hanya akan dibatasi pada klasifikasi subjek, atau dalam beberapa hal, dalam bentuk dokumen. Kita juga dapat membatasi diri dengan tidak membicarakan masalah teknik-teknik pengindeksan subjek selain dari penggunaan konsep pengindeksan. Dan kita pun akan lebih cenderung banyak membicarakan susunan yang sistematis. Pengertian yang paling dekat ini adalah yang umum dipahami manakala istilah klasifikasi di dalam pengindeksan digunakan. Dan untuk itu dalam pengertian ini kita akan menggunakannya untuk sandaran penguraiannya.
3. Hubungan antar kelas
Ada dua jenis hubungan yang perlu diungkapkan oleh bagan klasifikasi kita. Pertama, hubungan di antara kelas-kelas yang terjadi bersama-sama di dalam pernyataan yang mewakili subjek-subjek dokumen. Contohnya, hubungan antara permainan (play), perkembangan, dan primata (primate = binatang menyusui tingkat tertinggi), di dalam pernyataan subjek "pernanan permainan dalam perkembangan primata". Bagan kita tidak akan efisien kecuali kalau ia memungkinkan kita untuk mengkhususkan subjek ini dengan tepat dan tak mendua arti. Jika ia tidak membolehkan kita untuk memasukkan semua unsur, atau jia ia gagal membedakan antara, katakanlah, perkembangan permainan pada primata dan permainan dalam perkembangan primata, maka pelanggan kita terpaksa menguji banyak dokumen yang tidak relevan sebelum mereka menemukan informasi yang sedang dicarinya.
Jenis hubungan yang kedua adalah yang berada di antara pernyataan-pernyataan subjek yang berbeda. Pernyataan subjek prilaku siamang secara tegas menunjukkan hubungan pada jenis yang pertama, namun ia juga mempunyai jenis hubungan yang tidak terumuskan/tertulis - yang tegas atau lengkap dengan subjek yang pertama: siamang adalah sejenis primata, dan permainan adalah sebentuk prilaku. Oleh karena itulah, kedua dokumen tadi dapat bermanfaat bagi pelanggan yang sedang mencari informasi pada salah satu subjek. Jika bagan klasifikasi kita tidak menunjukkan hubungan, maka pelanggan bisa melupakan bahan yang berguna.
Kita dapat menyebut jenis hubungan yang pertama dengan hubungan sintaktikal (syntactical = yang berkaitan dengan ilmu kalimat), sebab ia melibatkan hubungan gramatika di antara kelas-kelas. Hal ini terlihat dalam latar verbal dengan verb, preposisi dengan bentuk kata. Juga ia disebut hierarchical sebab ia melibatkan pengakuan adanya hubungan subordinasi, seperti misalnya hubungan antara suatu benda dengan jenis-jenisnya, contohnya primata - siamang. Benda dengan prosesnya, contohnya burung dengan pernafasan burung. Dan benda dengan bagian-bagiannya, misalnya leledumbo dengan mata lele dumbo.
Hubungan sintaksis
Jika kita memasukkan konsep tidak ada hubungan maka terdapat empat jenis hubungan sintaksis, yang berarti bahwa bagan kita harus menyediakan empat jenis kelas. Jenis kelas yang baik sekali ini jatuh ke dalam kelompok dua-dua sebagai berikut:
Kelas-kelas yang diakibatkan oleh Hubungan sintaksis
kelas-kelas sederhana kelas-kelas berlapis (composite)
kelas-kelas kelas-kelas kelas-kelas kelas-kelas majemuk/
dasar berlapis kompleks senyawa
Kelas-kelas sederhana itu untuk mereka yang hubungannya hanya terbatas pada satu jenis benda. Kelas-kelas dasar adalah kelas yang menyatakan bahwa benda hanya dibatasi oleh satu karakteristik - kelas-kelas ini tidak berisi hubungan sintaksis, melainkan unsur-unsur yang terbangun dari kelas-kelas yang saling berkaitan tersebut. Kelas-kelas seperti pernafasan (proses fisiologis), primata (jenis hewan), hutan rimba (jenis habitat), hewan laut pantai (jenis binatang yang hidup di suatu habitat), dan binatang yang hidup di musim dingin (hibernating) atau jenis binatang yang terbatas pada kebiasaannya, adalah contoh-contoh kelas dasar.
Kelas-kelas berlapis (superimposed) sebagaimana dinamakannya oleh Ranganathan, merupakan merupakan kelas-kelas sederhana yang dibatasi oleh lebih dari satu karakteristik. Contoh, hutan tropis adalah sejenis habitat yang dibatasi oleh garis lintang dan jenis tanah yang meliputnya. Mamalia laut adalah jenis habitat yang dibatasi oleh baik habitat maupun oleh taksonomi ahli hewan. Dan burung-burung yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain adalah jenis hewan yang dibatasi oleh tempat di mana mereka berada, oleh habitat maupun oleh taksonomi (pengelompokan) ahli hewan.
Karena kelas-kelas berlapis seperti kelas-kelas majemuk, dan di dalamnya berisi lebih dari satu kelas dasar, maka ia memungkinkan untuk terjadi kesalahan satu sama lain, terutama jika tidak dikerjakan oleh para ahli di bidang masing-masing secara baik. Kecuali kalau perbedaan ini dipertahankan, maka tidak mungkin dapat membedakan antara, katakanlah, kelas-kelas berlapis burung-burung berpindah dengan kelas majemuk perpindahan burung-burung; atau antara sampan kayu dengan kayu untuk sampan. Perbedaan-perbedaan ini memang tidak begitu perlu, namun kemungkinannya harus diakui.
David Hope (Buchanan, 1979) menyarankan suatu tes untuk membedakan dua jenis kelas sebagai berikut: Jika mungkin menyisipkan kata "yang juga adalah" (which are also) di antara kelas-kelas dasar, maka kelas itu termasuk ke dalam kelas berlapis. Contohnya, "hewan di suatu tempat, yang juga adalah hewan berpindah-pindah, yang juga adalah burung-burung".
Di dalam kelas gabungan (composite class), perbedaan jenis kelas terdapat dalam interaksinya; hubungan tidak membatasi suatu jenis benda. Bandingkanlah dua kelas burung-burung hutan (woodland birds) dengan pernafasan burung-burung. Pada kasus yang pertama, setiap kelas dasar dibuat jenis lain oleh hubungan - burung hutan adalah sejenis
burung, dan mereka juga sejenis binatang hutan. Sedangkan pada kasus kedua, bagaimanapun juga, hubungan tidak membuat kelas dasar burung sebagai kelas dasar pernafasan, juga kelas dasar penafasan tidak membuat suatu jenis burung.
Baik kelas-kelas kompleks maupun kelas majemuk, keduanya mengenai hubungan di antara lebih dari satu jenis benda. Perbedaan yang ada dari mereka adalah dalam tingkat mana komponen-komponen ini tetap memlihara/mempertahankan ciri-ciri khasnya dalam hubungan-hubungan. Pada kelas kompleks, interaksi di antara kelas-kelas, unsurnya tetap membiarkan terpisah atau dapat dipisah, artinya, sumbangannya kepada keseluruhan tetap berbeda-beda. Sedangkan pada kelas majemuk, unsur-unsurnya menyatu (fuse), dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, perbedaan tersebut serupa dengan perbedaan antara campuran dan senyawa pada kimia. Campuran antara serbuk besi dan garam, misalnya, meskipun bercampur, dan unsur-unsurnya bisa dipisahkan secara mekanis, contohnya dengan cara melarutkan garam, atau dengan cara mengeduk serbuk besi dengan menggunakan magnet. Namun senyawa antara oksigen dan hidrogen adalah air, suatu zat baru sama sekali yang berbeda dengan zat asalnya. Contohnya, air adalah cair pada tekanan dan temperatur normal, sementara kedua unsur pembentuknya sama-sama berupa gas.
Ranganathan menggarisbawahi perbedaan antara kedua jenis kelas campuran ini dengan menyebutnya dengan kelas-kelas kompleks "loose assemblages" (menghilangnya kumpulan unsur?). Namanya bagi komponen-komponen kelas seperti itu adalah fase (phasess), dan ia menyebut hubungan di antara mereka dengan hubungan fase (phase relationship). Fase-fase kelas kompleks bisa bersifat elemental (dasar), kelas-kelas berlapis, atau majemuk, atau senyawa, dan mereka dihubungkan dengan latar verbal dengan syrat yang mengkhususnkan sifat hubungannya. Contoh hubungan fase adalah perbandingan, misalnya perbandingan antara binatang-binatang yang berpindah dengan yang menetap atau tidur di musim dingin - merupakan contoh yang fase-fasenya kelas dasar. Dan pernafasan kalong dibandingkan dengan pernafasan burung - juga yang fase-fasenya kelas majemuk atau senyawa.
Selanjutnya, hubungan fase pengaruh, misalnya pengaruh Darwinisme terhadap pemikiran kristen. Kemudian eksposisi (penjelasan rinci), misalnya penjelasan ethologi agresi pada manusia, di mana subjek agresi manusia - diuraikan dari sudut pandang khusus. (Ethologi adalah ilmu karakter atau formasi karakter). Semua hal tersebut, dokumennya bisa memberikan informasi kepada kedua fase tadi, maupun pada hubungan-hubungannya - artinya unsur-unsurnya masih tetap dapat dipertahankan.
Hubungan fase umum lainnya adalah bias. Contohnya, statistik untuk ahli biologi, di mana informasi tentang satu spesialisasi disajikan dengan harapan bermanfaat bagi praktisi lainnya. Namun tampaknya ia bukan merupakan hubungan fase yang benar, karena di dalamnya hanya terdapat sedikit bahkan tidak ada informasi mengenai biologi di dalam dokumen, contohnya. Dan mungkin akan lebih baik mengatakan bahwa kelas-kelas tersebut sebagai suatu subjek yang disajikan dalam bentuk tertentu, daripada sebagai kelas yang kompleks. Untuk hal seperti ini sudah dilakukan oleh UDC yang menggunakan notasi (024) yang berarti bentuk penyajian fasetnya guna menggambarkan "book for special type of user".
Jika kita membandingkan satu dari kelas kompleks, katakanlah, perbandingan antara hewan berpindah dengan hewan yang menetap (yang hidup di musim dingin) - dengan kelas majemuk, seperti misalnya kecerdasan tikus, di sana kita dapat melihat apa yang dimaksud dengan penyatuan unsur-unsur dengan jenis kelas yang terakhir. Dokumen yang berasal dari kelas majemuk tidak akan memberikan gambaran secara umum tentang suatu subjek, karena ia membawa subjek-subjek yang saling berhubungan. Dengan demikian, hal tersebut
memberikan proses sedemikian rupa sehingga, kelas-kelas kompleks hanya memberikan informasi tentang hewan-hewan berpindah, dan informasi tentang hewan-hewan yang menetap atau tidur di musim dingin, serta kemudian membandingkan keduanya. Alhasil, ia hanya mengenai satu aspek dari tikus, dan kecerdasan dari hewan. Kedua kelas tersebut disenyawakan menjadi kecerdasan tikus.
Ada banyak dokumen yang memberikan informasi lebih dari satu jenis benda tanpa mengenai hubungan di antara mereka, artinya kedua benda tadi tidak saling berhubungan. Contoh untuk karya seperti ini adalah karya tentang reptil dan ampibi. Sebagian karya memberikan pada satu subjek, sementara sebagian lainnya memberikan penekanan pada subjek yang lainnya. Kita menyebutnya dengan karya bertopik banyak (polytopical works) untuk jenis karya seperti ini. Jenis karya ini tidak membentuk jenis karya baru. Untuk tujuan klasifikasi, maka setiap subjek harus dipikirkan seolah-olah merupakan karya yang berdiri sendiri/terpisah. Contohnya, di dalam katalog alfabetis terdapat dua entri pada contoh yang kita ajukan, yakni, yang satu di bawah nama reptil, dan yang lainnya di bawah nama ampibi. Atau misalnya subjek yang satu melemahkan subjek lainnya, maka kelas tersebut harus digunakan untuk mewakili subjek dari dokumen yang bersangkutan. Contohnya, karya dengan judul "Frogs, toads, newts, and salamander" (katak, kodok, semacam kadal air, dan sejenis kadal), hendaknya diwakili oleh subjek yang umum, namun menggambarkan semuanya, yakni ampibi.
Hubungan hirarkis
Hubungan-hubungan hierarkis didasarkan pada hubungan subordinasi atau terlibatnya (inclusion). Jika satu kelas meliput kelas-kelas lain secara keseluruhan, atau jika dua kelas terliput seluruhnya oleh kelas yang ketiga, maka pasangan tersebut mempunyai hubungan yang berarti, yang harus tergambarkan dalam bagan klasifikasi. Contohnya, kelas kupu-kupu, seluruhnya terliput oleh lepidoptera (sejenis serangga), artinya kupu-kupu merupakan sejenis lepidoptera. Perhatikan gambar berikut:
lepidoptera
kupu-kupu ngengat
(moth)
Pengguna yang sedang mencari informasi pada lepidoptera, harus dibawa kepada karya tentang kupu-kupu juga, sebab kupu-kupu merupakan himpunan bagian dari lepidoptera. Dan pengguna yang mencari pada kupu-kupu, akan menemukan informasi yang termuat dalam karya-karya tentang lepidoptera. Demikian pula hubungan antara kelas kupu-kupu dan ngengat, ia harus tergambarkan dalam bagan klasifikasi, sebab keduanya terliput oleh lepidoptera. Selanjutnya pengguna yang mencari pada lepidoptera akan menemukan
informasi mengenai kupu-kupu dan ngengat maupun informasi umum lepidoptera. Dan pengguna yang mencari informasi pada ngengat, mungkin ingin memperluas penelusurannya meliputi karya umum lepidoptera dan mengembangkannya meliputi karya-karya yang berkaitan dengan kelas kupu-kupu.
Jenis hubungan hierarkis yang dibahas sejauh ini disebut generic, yaitu antara suatu benda dan jenis-jenisnya: hubungan antara genus dengan speiesnya. Hubungan ini bersifat mutlak, yang tidak bergantung kepada keberadaan dokumen dengan subjek-subjek berkaitan. (Meskipun jika tidak ada satu dokumen pun yang saling berkaitan satu dengan yang lain di antara subjek-subjeknya, hal ini tidak menarik kita untuk kepentingan klasifikasi). Bagaimanapun juga hubungan generik ini tidak hanya merupakan hubungan hierarkis. Perhatikanlah pernyataan tentang subjek play in primate (permainan pada primata), berikut:
permainan primata
Kelas tersebut sangat jelas diliput oleh kelas-kelas permainan dan primata: ia lebih sempit daripada salah satu kelas pembentuknya. Meskipun begitu ia bukanlah merupakan bentuk kelas permainan, juga bukan merupakan jenis primata. Hubungan antara keduanya serta kelas-kelas induknya bukan merupakan generik, dan ia ada karena pengarang memproduksinya, yaitu memproduksi suatu karya yang memuat: hubungan yang tidak mutlak dan alami. Bahkan kita harus memperlihatkan hubungan "lebih luas-lebih sempit" ini, yaitu hubungan antara benda dan kegiatannya. Dengan alasan yang sama, kita harus memperlihatkan hubungan generic.
Hubungan yang serupa dengan itu adalah hubungan antara suatu benda dengan operasinya (operasi yang ada di dalamnya). Contoh, pernafasan dengan percobaan-percobaan pada pernafasan. Juga hubungan antara suatu benda dengan bagian-bagiannya. Contohnya, serangga dan kulit serangga. Dan hubungan antara suatu benda dengan sifat-sifatnya. Contohnya, tikus dan kecerdasan tikus.
Hubungan lebih luas-lebih sempit antara pernyataan antara pernyataan subjek yang lebih rumit, sulit dirasakan. Aturannya adalah bahwa satu komponen atau lebih dari satu pernyataan subjek, lebih luas dari komponen-komponen lain yang sesuai, sedangkan komponen sisanya tetap sama, maka kelas pertama adalah lebih luas dari kelas kedua. Contoh untuk ini misalnya, percobaan-percobaac pada perilaku primata adalah lebih luas daripada percobaan-percobaan pada perilaku siamang, serta lebih luas juga daripada percobaan-percobaan pada permainan primata. Lihat gambar berikut:
percobaan- perilaku
percobaan
siamang
primata
Namun, tentu saja perilaku primata lebih luas daripada salah satu dari semua ini. Dalam beberapa kasus, komponen-komponen yang berbeda, tertolak keluar. Contohnya, permainan pada primata tidak dapat disebut lebih luas atau lebih sempit daripada prilaku siamang. Perhatikan gambar berikut:
siamang
perilaku
primata
permainan
Satau lagi contoh: Dalam beberapa hal, satu kelas tidak mungkin meliput kelas-kelas lainnya. Misalnya permainan pada beruang, tidak lebih luas ataupun lebih sempit dari pada permainan pada primata. Lihat gambar berikut:
permainan
beruang primata
(bears)
Kita dapat membicarakan hubungan hierarkis dengan cara penggunaan terminologi sebagai berikut: kelas yang memuat kelas-kelas lainnya dikatakan sebagai superordinat terhadap kelas itu; sementara kelas-kelas yang memuat kelas-kelas lainnya disebut subordinat terhadap kelas-kelas yang dimuatinya (subordinat = membawahkan atau mengemudiankan). Sedangkan kelas-kelas yang tidak lebih luas maupun tidak lebih sempit di antara satu dengan lainnya, dan yang sama-sama membagi langsung superordinat terhadap kelas-kelas yang muncul langsung di atasnya, disebut sebagai koordinat (sederajat). Dan, kelas-kelas yang tidak lebih luas maupun tidak lebih sempit dari yang lainnya, sementara itu juga ia tidak berbagi sama terhadap superordinat langsungnya, meskipun di dalam hierarki yang sama, disebut sebagai kolateral (collateral = sederajat). Contohnya adalah dalam gambar berikut:
Animal/hewan
invertebrata vertebrata
cacing arachnids serangga ikan ampibi reptil burung mamal
(worms) (sej.laba-laba,
kalajengking,
dsb.)
Vertebrata adalah subordinat terhadap hewan/animal, dan superordinat kepada masing-masing kelas: ikan, ampibi, reptil, burung, dan mamalia. Dan vertebrata juga merupakan koordinat (sederajat) dengan invertebrata. Kelas-kelas ikan, ampibi, reptil, burung, dan mamalia adalah koordinat satu sama lainnya, dan mereka sejajar dengan kelas cacing, arachnids, serangga, serta subordinat terhadap vertebrata.
Demikian telah kita uraikan secara cukup jelas mengenai pengertian klasifikasi beserta segala aspek yang berkaitan dengan klasifikasi. Sehingga dengan pemahaman klasifikasi dengan agak rinci ini, kita bisa mulai dengan bentuk dan sistem klasifikasi yang banyak digunakan di lapangan, khususnya di perpustakaan.
Fungsi klasifikasi dalam konteks penelusuran informasi di dunia perpustakaan juga akan semakin jelas keadaannya. Pengindeksan subjek sebagai salam satu teknik atau metode praktis untuk kegiatan penelusuran informasi juga akan diberikan contoh-contohnya.
4. Klasifikasi umum dan merinci
Berkaitan dengan pola hubungan antar konsep dan subjek seperti sudah diuraikan di atas, maka untuk menetapkan apakah suatu perpustakaan akan mempertimbangkan penggunaan klasifikasi secara umum atau merinci. Jika hanya akan mengklasifikasikan suatu dokumen secara umum maka tidak perlu banyak mempertimbangkan hubungan-hubungan antar konsep dan subjek dalam dokumen, namun jika yang dilakukannya adalah klasifikasi yang merinci, maka pengklasifikasi perlu mempertimbangkan hubungan-hubungan antar konsep tersebut.
Klasifikasi yang merinci (close classification) maksudnya adalah mengklasifikasikan setiap subjek selengkap atau sepenuh mungkin. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan semua subdivisi sampai sekecil-kecilnya (minute) yang terdapat dalam bagan klasifikasi secara khusus. Sementara dalam klasifikasi umum (broad classification) hanya mengklasifikasikan dokumen dengan divisi dan subdivisi yng umum, tanpa menggunakan kategori individual secara rinci. Suatu perpustakaan mengklasifikasikan subjek King James Bible dengan nomor 220.502 3 pada DDC, sementara perpustakaan lain hanya menggunakan nomor 220 saja untuk topik yang sama.
Meskipun tidak ada kebijaksanaan yang pasti untuk hal ini, namun perpustakaan-perpustakaan yang lebih kecil mempunyai kecenderungan mengklasifikasikan dokumen-dokumennya secara umum saja. Hal ini tentu saja jika dibandingkan dengan perpustakaan-perpustakaan yang lebih besar, yang cenderung mengklasifikasikan subjeknya secara lebih merinci, apalagi untuk jenis subjek yang yang tergolong ke dalam koleksi khusus di perpustakaan yang bersangkutan.
Di sebagian besar perpustakaan, bagan-bagan klasifikasi itu biasanya beranotasi (diberi keterangan), sehingga dengan demikian ia dapat membimbing pengkatalog menetapkan putusannya atau kebijaksanaannya. Hal ini tidak hanya akan menimbulkan masalah antara klasifikasi merinci lawan klasifikasi umum, akan tetapi juga bisa mempengaruhi semua pokok mengenai masalah-masalah klasifikasi, termasuk penafsiran setempat tentang klasifikasi, serta notasi baru yang sudah direvisi.
Secara umum memang masalah penetapan apakah suatu perpustakaan akan mengambil kebijakan mengklasifikasikan dokumen-dokumennya dengan merinci ataukan hanya yang umum saja, itu biasanya bergantung kepada kebijaksanaan pustakawannya. Tidak ada aturan yang tegas yang mengatur tentang kebijakan ini.
Advertisement